Usaha Manusia

Tentang tulisan-tulisan saya, yang terkesan memaksakan pandangan. Saya sebenarnya tidak ingin memaksakan pandangan apapun, saya tau bahwa semua orang berproses, bahkan ketika saya tidak memaksa, semua orang akan mencapai pemahaman ideal tertentu apabila ia adalah manusia yang selalu haus akan ilmu dan berusaha untuk selalu belajar.


Bagaimanapun, tindakan-tindakan yang saya lakukan, sebenarnya bentuk pemberitahuan, bahwa ada hal-hal yang sangat penting dan krusial yang perlu kita pertimbangkan. Karena keberadaannya mempengaruhi kemanusiaan kita. 


Yang saya lakukan juga merupakan semacam bentuk akselerasi proses atau jalur cepat untuk mengakses pemikiran-pemikiran atau sudut pandang 'berbeda' yang umumnya ada dalam buku filsafat, yang mungkin terlalu sulit dipahami atau bahkan sangat sukar untuk dijangkau oleh kebanyakan orang karena posisinya dalam masyarakat yang dinilai buruk dan tidak bermanfaat.


Kebanyakan orang umumnya merasa takut dengan buku jenis ini. Pandangan yang berbeda-beda, sangat terbuka dan bebas inilah yang menjadi pemicu orang-orang menjauhi filsafat. 


Tentang ketakutan ini menjadi kisah panjang yang sulit dilupakan, mulai dari sebelum ada agama langit di yunani kuno, kemudian ada agama kristen dan kemudian islam, semua zaman berkontribusi menyebar ketakutan, bahkan beberapa pembawa filsafat dianggap tidak sepaham dan mengancam ajaran mayoritas.


Meskipun begitu, banyak pula orang-orang dari zaman tersebut yang berkontribusi sangat besar terhadap perkembangan filsafat. Namun pamornya masih kalah dengan ketakutan-ketakutan yang tercipta sepanjang sejarah tadi.


Lalu sebenarnya kenapa banyak orang menghindari filsafat? Saya punya beberapa kemungkinan, bahwa filsafat tidak mempermainkan emosi sebanyak yang dilakukan agama. Ketika kita salah berpikir dalam berfilsafat, filsafat tidak akan memberikan kita hubungan seperti neraka, atau apabila kita berpikir dengan baik dalam filsafat, kita tidak akan diberi apresiasi surga atau semacam itu.


Lalu sebaliknya, agama menyediakan itu semua, menjadi masuk akal bahwa kemudian yang diikuti adalah pemuka agama daripada filsuf, agama memberikan aturan tandingan berupa dosa apabila berfilsafat atau menggunakan akal dengan penuh. Hal ini tidak dimiliki oleh filsafat, sehingga pada titik tertentu filsafat kalah dan ditinggalkan.


Kemudian kenapa ada orang yang mau berfilsafat? Saya menduga alih-alih emosinya dipermainkan oleh keadaan dan cerita-cerita tak berdasar, justru ia mencoba keluar dari pengaruh tersebut, itu pertama. Berikutnya setelah melepaskan diri dari pengaruh, ia mencoba berpikir dengan jernih. Oleh sebab itu ia dan beberapa orang lain, menemukan jalan lain yang lebih terbuka daripada sekedar cerita buntu.


Dengan tulisan ini, saya berusaha memberikan opsi lain kepada kelompok pertama, yang menjauhi filsafat. Dengan mengajukan pertanyaan. Apa yang penting dari filsafat? Filsafat mengajarkan cara berpikir yang baik dan benar. Dari mana ia disebut benar? 


Ini merupakan usaha murni manusia untuk menjelaskan apapun di sekitarnya, itu pertama yang harus diketahui. Ini usaha manusia melihat fakta objektif yang ada di sekitarnya, dengan kata lain seperti kalimat yang sering saya gunakan, 'kita menjelaskan dunia, bukan memberikan penjelasan kepada dunia.' 


Kedua, ketika kita berbicara mengenai kebenaran atau fakta objektif, itu tidak bisa tergantung mana-suka atau selera kita. Filsafat memberikan dasar cara menyikapi segala fenomena yang terjadi di sekitar kita. 


Ketika sebagian orang di masa lalu berkata bahwa manusia diciptakan oleh entitas tertinggi, Thales datang dengan penjelasannya dengan mengkaji alam dan menyimpulkan bahwa kehidupan berasal dari air. Artinya Thales berusaha kembali ke alam nyata kita, ketika bisa saja saat itu ia percaya bahwa manusia berasal dari sesuatu yang tak terlihat.


Ketiga ketika banyak orang berpendapat bahwa hujan turun karena ada orang yang menyiram dari atas atau ini adalah pertanda langit berduka atas kematian seseorang yang baik, bukankah akan lebih apa adanya apabila fenomena hujan dijelaskan sebagai mekanisme alam, dan sains telah menjelaskan itu. Sebagaimana usaha Thales untuk kembali ke alam materi kita, bukan anggapan-anggapan tanpa dasar.


Bisa dilihat bahwa hal ini juga dilakukan ilmu pengetahuan atau sains, tidak mengherankaan karena ilmu pengetahuan memang lahir dari rahim filsafat. Karena saat ini ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat, dan pembuktian sebuah hipotesis atau anggapan-anggapan logis agaknya mudah untuk dilakukan, ilmu pengetahuaan menjadi media baru untuk sampai pada kebenaran. 


Tentu kita tidak bisa mengatakan ini adalah kebenaran absolut, bisa saja tidak demikian yang terjadi. Kemungkinan-kemungkinan dan keterbukaan atasnya selalu ada dalam sains. Oleh sebab itu ia terbuka atas segala fenomena yang terjadi di alam dan mencoba menjelaskannya tanpa diskriminasi atau selera mana-suka.


Berbicara tentang fakta objektif dan cara berpikir atasnya, tidak hanya untuk manusia dengan pemikiran modern, semua orang membutuhkan ini. Contoh fakta objektif yang sangat sederhana bisa saya jelaskan berikut ini. 


Misal kita punya apel, lalu kita menjatuhkannya dengan keras pada permukaan yang keras pula, katakanlah permukaan aspal. Apel itu akan retak dan kotor. Ini merupakan kejadian yang sebenarnya. Bandingkan dengan cerita berikut ini.


Jika saya punya apel dan menjatuhkannya ke aspal, apel tersebut akan terbang ke angkasa. Bisa dilihat bedanya? Jadi dua kronologi ini bisa dipertimbangkan mana yang agaknya akan benar, selalu dan pasti akan terjadi dan mana yang merupakan cerita tanpa dasar apapun.


Telepas dari penjelasan saya di atas, saya juga tau bahwa tidak mungkin atau mungkin, namun sulit, bawah seseorang mempercayai orang lain lebih besar daripada ia mempercayai dirinya sendiri. 


Karena ia tau bahwa dirinya tidak mengetahui orang lain dengan baik dan ia merasa tau dirinya dan karakternya sendiri dengan baik, ia akan merasa aman dan cukup dengan mempercayai dirinya sendiri. Dengan kata lain, seseorang tidak bisa menghindari mempercayai dirinya sendiri lebih banyak daripada mempercayai orang lain.


Tentu kondisi di atas terlepas dari pengaruh emosinal yang terjadi antara orang satu dengan orang lainnya. Cerita ini akan berbeda apabila reward dan punishment terlibat dalam penyampaian gagasan.


Oleh sebab itu saya sadar bahwa ketika saya memberikan penjelasan panjang lebar, tulisan saya hanya akan menjadi bagian terkecil dalam kehidupan seseorang dan bahkan menjadi bagian yang tidak penting sama sekali. Karenanya, saya masih percaya pada proses. Seseorang memang harus berproses untuk bisa melihat gambaran lebih baik terhadap dunia materi kita ini.


Ini membawa saya kembali pada pertimbangan bahwa apakah saya harus menganggap seseorang irasional dan gila karena percaya pada hal yang tidak karuan atau saya harus kembali pada pertimbangan tentang cerita hidup seseorang dan mengakui bahwa pemahaman setiap orang berproses, dan prosesnya sampai di sana. 


Karena alasan keamanan dan perasaan cukup, seseorang lebih banyak mempercayai dirinya sendiri daripada orang lain. Artinya pada titik tertentu, saya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menghargai proses seseorang. Sekian.


07:11

Comments