Corak Tulisan Saya dan Metode Saintifik Ibnu al-Haitsam

Saya ingin berbagi cerita terkait corak tulisan saya terutama tentang topik yang sering kali saya bawa dan kenapa saya memilih topik tersebut, saya juga ingin kita menilik lebih jauh mengenai topik itu. Dari dulu saya selalu menekankan penggunaan akal, terutama aktivitas berpikir menggunakan pendekatan metode saintifik. Beberapa kali saya sampaikan berbagai manfaat metode ini untuk kehidupan nyata kita, dan oleh karenanya dunia pendidikan modern juga mengadopsi metode itu dalam berbagai bidang ilmu. 


Beberapa tulisan saya mengenai manfaat akal, berpikir, metode saintifik bisa kalian temukan dalam beberapa tulisan saya sebelumnya. Kenapa saya bisa memiliki keinginan dan semangat dalam menyampaikan pentingnya penggunaan akal? Sebelum menjawab itu, ada baiknya saya memperjelas posisi saya, untuk memperjelas saya akan mulai dengan kalimat "Saya bukan orang yang sangat mahir dalam bidang sains." Dari pernyataan itu kita bisa kembali ke pertanyaan tadi, lalu kenapa saya sangat bersemangat menyampaikannya dan berharap tersampaikan kepada banyak orang?


Saya ingin banyak orang tanpa terkecuali, berlaku adil dengan pikirannya dan membuat repon yang adil pula dalam melihat kenyataan kehidupan secara objektif. Itu yang pertama. Yang kedua dan yang utama supaya orang-orang yang memiliki kesempatan yang cukup luas dan bahkan memiliki potensi yang baik dalam sains, mempergunakan kemampuannya sebaik mungkin. Saya tidak ingin orang dengan kemampuan yang baik dalam sains hanya menjadi orang yang konservatif, tertutup dan tidak membawa perubahan apapun untuk peradaban manusia. 


Padahal, saya boleh bilang bahwa orang dengan kemampuan itu, bisa membawa dunia ini menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali manusia dengan berbagai latar belakang yang beragam dan berbeda-beda. Saya menggunakan dua kata bersinonim beragam dan berbeda-beda bukan untuk membuatnya berlebihan tapi untuk menekankan bahwa keberagaman itu ada dan sudah seharusnya dihormati, dan orang-orang dengan kemampuan berpikir terbuka umumnya sangat peka terhadap perbedaan itu.


Oke itu salah satu alasannya, karena saya tau saya tidak memiliki kesempatan banyak untuk membuat saya terjun ke bidang sains dan saya juga bukan orang yang sangat mahir dalam bidang itu, jadi saya berharap kepada orang lain, yang membaca tulisan ini kapanpun, orang lain yang hidup di masa sekarang atau nanti, meskipun saya juga tau bahwa bahkan tulisan ini pun belum tentu sampai pada orang yang saya tuju. Tapi paling tidak saya bisa memastikan bahwa saya tidak diam saja. Melihat realitas yang terjadi, saya menginginkan perubahan.


Selain itu, alasan yang kedua mungkin bisa saya tarik ulang dari awal di mana saya mengenal sains. Saya pikir ini juga merupakan latar belakang kenapa saya bersemangat menyampaikan sains, baik sebelum lanjut saya ingin menekankan bahwa yang saya sebut sains pada dasarnya bukan hanya tentang ilmu alam, mungkin di awal, di mana pertama saya mengenal sains adalah benar ilmu alam, seperti yang akan saya ceritakan setelah ini, namun yang ingin dituju tulisan ini sains yang lebih luas, metode-metode saintifik yang digunakan dalam berbagai bidang seperti Ilmu Sosial di antaranya Psikologi, Antropologi, Sosiologi, Ekonomi, Kebijakan Publik, atau Humaniora, seperti Sastra, Bahasa, Filosofi, Sejarah, Seni, Musik, dan sebagainya, untuk melahirkan ilmu pengetahuan baru yang objektif, berdasarkan 'sebenarnya', bukan rekaan atau mitos. Melainkan melibatkan pengumpulan data, analisis, dan interpretasi yang sistematis untuk mengembangkan pengetahuan baru atau memperdalam pemahaman terhadap suatu fenomena secara lebih apa adanya.


Kita kembali ke cerita saya, apa pentingnya cerita saya? Saya juga tidak merasa diri saya penting, tapi yang terjadi pada saya, saya pikir baik untuk disampaikan dan dengan harapan diterapkan oleh orang yang memutuskan memiliki anak, kepada anak-anaknya. Ketertarikan saya kepada sains bemula dari usaha orang tua saya memperkenalkan saya pada alam. Pertama, sejak kecil saya diperlihatkan dokumentasi orang tua saya yang sering pergi ke alam di sela-sela kesibukannya. Saya juga mendengar cerita-cerita mengenai itu cukup sering. Yang kedua, ketika libur sekolah tiba, saya sering di ajak mengunjungi alam, baik pantai, sumber air, gunung, dan lain lain. Ketiga, saya diajak mengenal hewan mulai dari sering dibawa ke kebun binatang hingga mencoba melihara hewan-hewan. Saya masih ingat binatang favorit saya adalah gajah dan memelihara kelinciz marmut dan ikan adalah bagain dari hidup saya. 


Dalam proses pembelajaran tak langsung itu, saya diperkenalkan dan diberi kesempatan bertanya-tanya tentang alam dan isinya, pertanyaan yang terlontar dengan alami tidak pernah dibatasi. Dari sanalah saya memiliki inisiatif tersendiri untuk tetap mendekat pada alam, hal-hal yang 'ada' alih-alih pada hal tak terlihat, sejak itu saja juga 'menjadi' suka pada buku-buku pengetahuan anak seperti bobo atau kaset dokumenter bagaimana orang china sukses memelihara ikan lohan. Itu segelintir cerita masa lalu saya, bagaimana orang tua saya memperkenalkan saya pada alam.


Karena saya memiliki dasar itu, ketika saya menginjak bangku sekolah dasar, saya secara otomatis memiliki ketertarikan pada ilmu alam, karena dengannya pertanyaan-pertanyaan saya terkait alam yang muncul sejak kecil, terjawab dengan lebih rinci dan jelas. Oleh sebab itu saya sangat suka mempelajarinya, dan hal itu kemudian membuat saya diajak dalam les persiapan olimpiade ipa tingkat dasar oleh guru saya. Semangat saya bertambah, hingga menginjak sekolah menengah pertama. Di tingkat ini, saya juga diajak mengikuti olimpiade biologi tingkat menengah. Saya merasa ini merupakan perjalanan yang mengasyikkan bagaimana orang tua saya mengajak saya dekat dengan alam hingga bekal itu mengantarkan saya mengikuti olimpiade.


Kemudian, di pertengahan jalan, saya tertarik pada bidang ilmu lain, khususnya humaniora. Alih-alih mempelajari bagaimana aktivitas di dalam tubuh manusia seperti yang ada dalam ilmu biologi, saya menjadi lebih tertarik pada aktivitas di luar tubuh manusia, seperti bagaimana manusia berbahasa, berinteraksi, dan berpikir untuk berbudaya. Lebih khusus saya tertarik bagaimana bahasa digunakan untuk mengekspresikan diri yang kemudina terbentuk cerita atau puisi-puisi, saya juga tertarik bahasa asing dan bagaimana manusia mengalami perbedaan dalam berbahasa. Meskipun saya pada akhirnya tertarik pada bidang lain, saya masih memiliki cara berpikir saintifik yang sistematis dan objektif, dan menurut saya ini penting dimiliki semua orang, karena dengannya kita bisa berlaku adil sesuai dengan kenyataan yang ada. Mengenai ini saya telah menjelaskannya di beberapa tulisan saya sebelumnya.


Seperti yang kita tau dalam dunia pendidikan, metode saintifik digunakan dalam bidang ilmu yang lain. Bukan hanya ilmu alam, seperti Fisika, Biologi, Kimia, Matematika, Geologi, Astronomi, dan sebagainya. Tapi juga dalam ilmu sosial dan dalam ilmu-ilmu humaniora. Metode saintifik digunakan untuk mengembangkan disiplin ilmu tersebut. Oleh sebab itu, pada bagiannya, sains menjadi lebih luas pemaknaannya. Dalam tulisan ini dan beberapa tulisan saya yang lain, saya menekankan penggunaan sains dengan makna ini. Yang pada akhirnya mengcangkup semua ilmu pengetahuan. Dunia pendidikan mengembangkan ini. Kita diajak untuk memperluas wawasan kita tentang alam kita dan isinya dengan lebih objektif. Terlepas dari dogma atau mitos. inilah yang disebut dengan era logos. Berangkat dari kesadaran bahwa saya berasal dari dunia pendidikan dan tidak semua orang mendapat pendidikan dan juga tidak semua orang mendapatkan pendidikan dengan baik, saya merasa perlu untuk menjelaskannya dengan sederhana.


Setelah saya menjelaskan bagaimana saya tiba pada posisi ini, dan memilih topik ini untuk disorot. Saya pribadi tiba pada pertanyaan. Sains ini dari mana? Pertanyaan ini yang membuat saya kemudian menduga, dalam beberapa tulisan saya sudah menjelaskannya, bahwa sains adalah diri kita sendiri. Kemanusiaan kita sendiri. Nature atau sifat kita sendiri. Pernyataan ini berangkat dari fakta manusia, yang entah bagaimana dan kenapa, mengajukan pertanyaan. Pertanyaan apa saja, mulai dari yang abstrak hingga yang real. Saya menduga ini berasal dari sifatnya yang sangat menrindukan kebenaran, dengannya ia mengamati dunianya, mengobservasi, mengajukan pertanyaan tentang dunianya, dan berusaha menjawabnya. Pada peradaban tertentu yang belum maju, manusia menjawabnya dengan mitos atau legenda-legenda. Pada perkembangan berikutnya yang lebih maju, manusia menjawab fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya dengan ilmu. Lalu tulisan ini mengajak pada pertannyaan di awal paragraf ini, sains dari mana? Siapa yang merumuskannya menjadi seperti sekarang dan tumbuh menjadi raksasa yang sangat kuat tak terkalahkan.


Dalam tulisan ini saya berusaha menjawabnya. Pada kesempatan lain, saya pernah membahas bagaimana pandangan manusia berubah dari mitos ke logos. Di situ saya sedikit menyinggung perkembangan ilmu pengetahuan dari zaman yunani kuno. Untuk memberikan gambaran bagaimana sains dibangun. Ketika sebelumnya bangsa-bangsa seperti maya, babilonia, mesir kuno lebih condong kepada penjelasan mitos, yunani kuno hadir untuk menekankan penjelasan pada sesuatu yang nyata. Dari sana manusia mulai, dengan tekun dan sadar, melakukan observasi dan berpikir dengan sistematis terkait hal-hal yang diamati. Dalam perkembangannya, alih-alih hanya memikirkannya, mereka mulai melakukan pengecekan dengan melakukan eksperimen. Ketika hal itu mulai digalakkan, namun perkembangannya belum mencapai bentuk yang utuh, gereja berkuasa. Oleh sebab itu keberadaan ilmu pengetahuan tak memiliki ruang gerak yang cukup luas, akhirnya berpindah ke dunia islam.


Di dunia islam khususnya abad pertengahan, ilmu pengetahuan mendapat tempat yang istimewa, zaman ini kemudian disebut zaman keemasan islam, di sini keterbukaan terhadap segala pandangan mendapat tempat, termasuk terhadap ilmu pengetahuan. Sebelum ilmuwan dan filsuf islam yang terkenal di eropa seperti avicenna atau ibnu sina dan ibnu rusyd atau averoes lahir, seorang pemikir bernama ibnu haitsam atau alhazen lahir dan berkarya. Nama lengkapnya Abu Ali al-Hasan bin al-Hasan bin al-Haitsam, lahir di Bashrah, Irak tahun 965 Masehi. Orang ini yang kemudian memiliki sumbangan besar terhadap ilmu pengetahuan.


Bermula ketika ia berada dalam sebuah ruangan yang gelap, ia melihat cahaya dari lubang kecil. Cahaya ini memantulkan atau memproyeksikan suasana di luar ruang gelap tersebut. Dari fenomena itu, ibnu haitsam menduga bahwa cahaya memancar lurus dari setiap titik dari benda yang berada di luar ruang gelap itu, namun cahaya yang masuk menyilang melalui lubang kecil tersebut dan terbentuklah proyeksi atau bayangan terbalik di dalam ruangan. Dari dugaan tersebut, ia melakukan banyak eksperimen mengenai cahaya. Pengetahuan inilah yang kemudian ia tulis dan dikenal sebagai buku yang berjudul "Book of Optics". Ruang gelap ini kemudian disebut kamera obscura dan menjadi cikal-bakal kamera modern. 


Dari bagaimana ia mengamati dan mengalami langsung tahap-tahap ini, terbentuklah tahapan yang menjadi tulang punggung ilmu pengetahuan saat ini, seperti melakukan observasi, membuat hipotesis atau dugaan sementara, kemudian melakukan eksperimen, dan yang paling inti, adalah meragukannya lagi dan mengulang tahap-tahap sebelumnya. Mengenai ini, ibnu haitsam terkenal dengan kata-katanya berikut ini, "Orang yang mempelajari sains, jika kebenaran menjadi tujuannya, ia harus menjadi musuh atas apa yang ia baca dan menyerangnya dari berbagai sisi. Ketika ia menyerangnya, ia juga harus mencurigai dirinya sendiri, sehingga ia terhindar dari prasangka dan penerimaan begitu saja atas apa yang ia percayai."


Tahapan inilah yang kemudian disebut metode saintifik. Ini mengubah bagaimana sains berkembang, ketika awalnya di yunani kuno perkembangannya cenderung pada proses berpikir kita (reasoning), kemudian ketika ibnu haitsam lahir, sains berubah. Dilakukan eksperimen dengan tahap-tahap yang sistematis dan berulang untuk mendekati kebenaran. Oleh sebab itu ibnu haitsam dikenal sebagai penemu metode ilmiah atau saintifik. Karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan dikenal oleh berbagai ilmuwan barat. Sejak saat itu karyanya makin populer di kalangan ilmuwan.


Berbagai penemuan ini tidak terlepas dari lingkungan di mana orang-orang hebat ini berada. Ilmu pengetahuan berkembang di tempat di mana keterbukaan dilestarikan dan berbagai pandangan dihargai. Dimulai dari yunani kuno hingga romawi kuno di barat, bergeser ke timur pada zaman keemasan islam, dan bergeser lagi ke barat melalui zaman pencerahan, hingga sekarang.


Sains seringkali dilihat dan diajarkan sebagai sekumpulan fakta. Pada kenyataannya, sains seharusnya diajarkan sebagai kata kerja, yakni melakukan serangkaian proses untuk membuktikan suatu fenomena. Pada perkembangannya, metode saintifik tidak hanya digunakan dalam menyikapi fenomena yang terjadi di alam. Tapi juga dilakukan untuk mengungkap berbagai permasalahan dalam ilmu sosial dan humaniora, tentu dengan pendekatan dan metode yang lebih beragam. Bagaimanapun, ibnu haitsam adalah orang pertama yang telah mengajak kita mengenal bentuk pertama metode saintifik, dan telah memberikan jalan kepada kita semua untuk lebih dekat pada kebenaran.


12:05


Comments