Apakah Logika Hanya Penalaran Deduktif?

Apa itu kalimat yang logis? Untuk menjawab ini, kita harus tau dulu bagaimana definisi logis itu sendiri. Banyak orang sering menggunakan kata logis dalam kehidupan sehari-hari. Banyak makna yang disandangkan pada kata ini. Kata logis adalah bentuk kata sifat dari kata logika. Logis artinya berlogika. Kembal Misal dalam frasa "kalimat logis", kita tau bahwa frasa ini adalah frasa kata benda, yang terdiri dari kata benda dan kata sifat. Kata 'kalimat' adalah kata benda, sedangkan kata 'logis adalah kata sifat. Logis menyifati kalimat. Jadi arti frasa tersebut adalah kalimst yang logis. Itu sedikit terkait penggunaan kata logis. Jadi apa bisa kita menulis "kalimat logika" ini kurang tepat, karena logika memiliki bentuk kata sifatnya. Jadi akan lebih baik jika menggunakan logis.


Kembali ke kata logis lagi, jadi di sini kita sudah tau bahwa logis adalah bentuk kata sifat dari logika. Lalu arti logika itu apa? Inilah yang akan kita bahas dalam tulisan ini. Banyak sekali orang yang menggunakan kata ini dalam percakapan sehari-hari. Contoh, "Dia (tokoh A) sering membuang-buang waktu, meskipun dalam beberapa kesempatan dia selalu berkata bahwa waktu adalah uang." Ini tidak logis. Kata logis di sini digunakan untuk menggambarkan ketidaksesuaian antara yang sering diucapkan oleh tokoh A dengan yang dia lakukan. Contoh dalam kasus ini yang berkata adalah tokoh B, dalam hal ini tokoh B menarik kesimpulan bahwa tokoh A tidak logis. Apakah benar demikian, atau apakah tokoh B yang salah mengambil kesimpulan? Mari kita bahas.


Tokoh A sering berkata "waktu adalah uang" kemudian tokoh A selalu membuang-buang waktu. Kemudian tokoh B berkesimpulan bahwa tokoh A tidak logis. Di sini, tokoh B salah mengambil kesimpulan. Dari mana tokoh B tau bahwa tokoh A akan bertindak sesuai dengan yang ia katakan? Tokoh B hanya berasumsi. Justru di sini yang tidak logis adalah tokoh B. Jika saja tokoh A berkata "Waktu adalah uang, saya selalu menerapkan kata-kata ini dalam kehidupan saya sehari-hari" sedangkan dalam kehidupannya tokoh A selalu membuang-buang waktu. Jika demikian, tokoh B bisa berkesimpulan bahwa tokoh A tidak logis. Sebelum ada pernyataan yang jelas dari tokoh A, tokoh B tidak bisa mengambil kesimpulan begitu saja. Karena bisa saja ketika tokoh A selalu berkata "waktu adalah uang" namun tokoh A tidak ingin menggunakan atau menerapkan kata-kata tersebut dalam kehidupannya, hal itu bisa saja terjadi. Tokoh A hanya berkata demikian tapi tidak menerapkannya dalam hidup.


🔴Logika dalam Bahasa Indonesia


Itu satu contoh terkait logika. Kita kembali ke pembahasan apa itu logika? Kata logika bisa digunakan di mana saja dalam konteks apa saja. Dalam konteks pembelajaran bahasa indonesia, logika digunakan untuk menyususn kalimat yang baik dengan makna yang jelas supaya kalimatnya bisa diterima dengan baik atau dipahami oleh pembaca. Ini kemudian yang dikenal dengan penalaran induktif dan deduktif. Dalam hal ini logika dimaknai sebagai "penalaran", dengan macam-macamnya yaitu induktif dan deduktif. 


Penalaran induktif adalah penalaran yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari pola yang ada dari beberapa premis yang bersifat khusus, kemudian ditarik kesimpulan umum. Apa itu premis? Premis sederhanya adalah suatu pernyataan yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan. Kalau dalam argumen logis ia tidak perlu berdasar fakta, sedangkan kalau ia adalah argumen empiris, ia harus berupa fakta. Kira-kira begitu. Untuk menjelaskan penalaran induktif, Saya ambil contoh dari pengamatan thales terhadap fenomena alam, untuk yang belum tau, thales adalah filsuf yunani kuno yang disebut-sebut sebagai orang pertama yang berfilsafat, oleh sebab itu ia dikenal sebagai bapak filsafat. 


Kembali lagi ke pembahasan induktif. Penalaran induktif yang dilakukan thales seperti ini, setiap kali kita melihat matahari terbit, selalu ada sinar yang memancar dari matahari dan menerangi bumi. Berdasarkan pengamatan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa setiap kali matahari terbit, maka akan ada sinar matahari yang memancar dan menerangi bumi. Dalam hal ini thales memperhatikan fenomena khusus atau spesifik yang terjadi di alam, dan menarik kesimpulan umum bahwa ketika matahari muncul, di situ akan ada sinar memancar.


Contoh lain dari thales juga tentang air. Jika kita mengamati bahwa banyak makhluk hidup seperti ikan, katak, dan udang berasal dari air, maka kita dapat membuat kesimpulan umum bahwa ada kemungkinan besar bahwa kehidupan juga muncul di air. Dalam hal ini thales mengamati kehidupan spesifik di alam, ikan butuh air, katak butuh air, udang butuh air, manusia butuh air, kerbau butuh air, macan butuh air, makhluk hidup yang di laut dan di darat butuh air, ini adalah kejadian-kejadian spesifik di alam, dari kejadian itu thales mengambil kesimpulan umum, bahwa kehidupan berasal dari air. 


Di sini thales melihat pola bahwa semua makhluk hidup membutuhkan air, dengan pola itu thales menyimpulkan kehidupan berasal dari air. Sebagai informasi tambahan, contoh mengenai thales sebelum ini tentu bukan kata-kata asli dari sumber yang membahas pemikiran thales, melainkan contoh yang saya buat, jadi wajar jika apabila tidak sesuai dengan perkataan di teks asli, namun intinya kurang lebih seperti itu. Itu dus contoh tentang penalaran induktif.


🔴Logika dalam Matematika


Berikutnya, selain induktif, ada juga deduktif. Ini yang kemudian disebut logika formal, atau logika matematika dan lain sebagainya. Dalam banyak hal, definisi logika dikerucutkan hanya pada definisi ini, yaitu logika hanya dimaknai sebagai penalaran deduktif. Dalam penalaran deduktif, penarikan kesimpulan hanya berdasarkan premis yang tersedia, sebuah premis bersifat umum dan dapat ditarik kesimpulan khusus, sebelumnya kita tau penalaran induktif dari khusus ke umum, di sini penalaran deduktif dari umum ke khusus. Penalaran ini juga disebut silogisme.


Sebelum ke pembahasan contoh, perlu di ingat bahwa dalam beberapa konteks, logika memiliki definisj yang berbeda-beda. Sekali lagi saya ulang bahwa dalam konteks pembelajaran bahasa indonesia, yang dimaksud logika adalah penalaran induktif dan deduktif. Paling tidak ini berdasarkan yang pernah saya terima ketika Sekolah Menengah Atas. Sedangkan dalam konteks pembelajaran matematika dan pembelajaran khusus penalaran atau berpikir kritis, yang disebut logika adalah penalaran deduktif saja. 


Penalaran ini hanya mengambil kesimpulan dari premis-premis yang ada. Contoh di atas tentang tokoh A dan B yang menghasilkan kesimpulan bahwa tokoh B tidak logis, itu diukur dari penalaran deduktif ini. Alih-alih mengambil kesimpulan dari premis yang ada, tokoh B berasumsi tentang tokoh A. Nanti saya akan bahas mengenai itu lagi. Pada bagian ini, saya akan membahas penalaran deduktif. 


Contoh dari penalaran deduktif seperti ini, Premis 1: Jika terjadi hujan, maka jalan menjadi basah. Premis 2: Sekarang sedang hujan. Kesimpulan: Oleh karena itu, jalanan sekarang basah. Penalaran ini merupakan bentuk penalaran deduktif karena kesimpulannya dapat diperoleh secara langsung dari premis-premis yang telah dijelaskan. Dalam penalaran deduktif, kesimpulan yang ditarik haruslah benar jika premis-premisnya benar pula. 


Dalam hal ini, jika terjadi hujan (premis 1) dan saat ini sedang hujan (premis 2), maka dapat disimpulkan bahwa jalanan sekarang basah (kesimpulan). Contoh tentang hujan ini sering digunakan dalam berbagai pembahasan tentang penalaran deduktif, oleh sebab itu untuk menambah pemahaman, saya coba dengan contoh lain. Premis 1: Semua manusia hidup abadi. Premis 2: Azfer adalah manusia. Kesimpulan: Oleh karena itu, Azfer abadi. Dalam penalaran ini, tersedia premis-premis yang bersifat umum, lalu, kesimpulan khusus ditarik. Penalaran yang seperti inilah yang disebut penalaran deduktif atau logika formal atau logika matematika. Penalaran deduktif tentu memiliki berbagai bentuk, yang menjadi sub bahasannya, di sini saya hanya memberi satu contoh saja.


Pernyataan ini juga bisa kita gambarkan dengan diagram vent. Katakanlah ada lingkaran besar yang meliputi pernyataan semua manusia abadi. Sedangkan di dalam lingkaran tersebut ada lingkaran kecil yang merepresentasikan pernyataan Azfer adalah manusia. Kesimpulannya Azfer abadi. Jadi keberadaan azfer terikat dengan posisinya yang berada di dalam lingkaran "semua manusia abadi", maka kesimpulannya, karena Azfer adalah manusia, jadi ia abadi.


🔴Logika dalam Angapan Banyak Orang


Selanjutnya, definisi yang terkahir yang sering digunakan oleh banyak orang. Umumnya, banyak orang menyebut sebuah penyataan itu logis, apabila pernyataannya masuk akal. Dengan demikian yang dimaksud logis adalah masuk akal. Dalam hal ini logika dimaknai sebagai pernyataan yang masuk akal. Padahal, ada yang membedakan antara logika atau logis dengan masuk akal. Contoh dalam kasus si A dan si B di atas. Si B berasumsi bahwa si A tidak logis, ia sering berkata bahwa "waktu adalah uang" namun, ia selalu membuang-buang waktu. Asumsi si B mengenai si A tidak logis mungkin masuk akal tapi tidak logis. 


Kenapa masuk akal? Berdasarkan fakta bahwa si A sering berkata "waktu adalah uang" kemudian ia buang-buang wktu. Lalu si B berkesimpulan bahwa si A tidak logis adalah masuk akal. Lalu kenapa tidak logis? Si A, tidak menyatakan secara jelas seperti "Saya sering berkata 'waktu adalah uang' karena saya selalu menerapkannya dalam kehidupan saya sehari-hari", jika saja si A berkata secara jelas seperti ini, lalu si A dalam kesehariannya tidak begitu. Si B bisa berkesimpulan bahwa si A tidak logis. Dan kesimpulan si B ini logis.


Namun karena si A hanya berkata "waktu adalah uang" dan dia tidak menyatakan secara jelas apakah ia menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari atau tidak. Jadi si B tidak bisa berkesimpulan bahwa si A menerapkan kata-kata itu dalam kehidipannya. Lalu karena nyatanya si A tidak melaksanakan kata-kata itu dalam kehidupannya, kemudian si B berkesimpulan bahwa si A tidak logis, kesimpulan si B tidak logis. Di sana jelas disebutkan bahwa si A tidak pernah mengatakan bahwa ia menerapkan kata-kata itu dalam kehidupannya sehari-hari, premis yang tersedia hanya menyatakan bahwa si A sering berkata "waktu adalah uang". 


Jika contoh ini terlalu rumit, saya coba tulis contoh lain sebagai berikut. Saya ambilkan contoh dari penalaran deduktif. Contoh yang pertama, Premis 1: Jika terjadi hujan, maka jalan menjadi basah. Premis 2: Sekarang sedang hujan. Kesimpulan: Oleh karena itu, jalanan sekarang basah. Dalam hal ini, seseorang (katakanlah tokoh C) bisa saja berkomentar bahwa penalaran ini tidak logis, karena mungkin saja di jalan ada atap rumah-rumah warga. Oleh sebab itu jalanan tidak basah. Komentar ini bukan logis, melainkan masuk akal. Inilah yang membedakan logis dan masuk akal. 


Jika masih bingung, saya kasih contoh lain. Ini contoh kedua di bahasan penalaran deduktif tadi. Premis 1: Semua manusia hidup abadi. Premis 2: Azfer adalah manusia. Kesimpulan: Oleh karena itu, Azfer abadi. Dalam hal ini, tokoh C bisa saja berkomentar juga dengan mengatakan "Mana mungkin ada manusia yang hidup abadi, pernyataan ini tidak logis!" Kenyataannya, contoh-contoh ini logis, meskipun tidak masuk akal. Memang pada kenyataannya semua manusia mati. Tapi logika atau logis tidak ada hubungannya dengan kenyataan. Logika adalah formula berpikir yang menarik kesimpulan hanya berdasarkan premis-premis yang tersedia. Jadi tidak peduli kehidupan manusia abadi atau tidak, berdasarkan premis yang ada, menyatakan bahwa Azfer hidup abadi. Inilah yang membedakan antara logika dan masuk akal. Dari pada menggunakan kata logis, akan lebih baik jika tokoh C menggunakan kata masuk akal.


Jadi bisa saya simpulkan pembahasan saya di atas berkaitan tentang logika dan konteks penggunaannya. Yang pertama dalam konteks pembelajaran logika dalam bahasa indo, dilibatkan pembahasan penalaran induktif dan deduktif. Konteks yang kedua, adalah pembelajaran logika dalam konteks matematika, atau logika formal, dalam hal ini yang dilibatkan hanyalah penalaran deduktif. Sedangkan logika dalam konteks orang kebanyakan, adalah masuk akal. Logika didefinisikan sebagai masuk akal. Dalam banyak kasus, terutama dalam kajian pemikiran kritis atau penalaran yang benar, definisi logika yang digunakan adalah dalam konteks matematika. Di mana yang dipelajari adalah logika formal atau penalaran deduktif.


Berbicara logika kadang juga berkaitan dengan tujuan. Ini hanya bahasan tambahan. Contoh, saya kasi contoh dengan konteks pilpres 2024. Misal tokoh 1 berpendapat bahwa tokoh 2 tidak logis mendukung paslon A. Paslon A berkampanye dengan visi misi yang tidak jelas dan tidak masuk akal. Tokoh 1 menuduh tokoh 2 tidak logis. Padahal, tokoh 2 memilih paslon A karena ia melihat bahwa paslon A sangat ramah dan penyabar. Jadi tuduhan tokoh 1 menjadi tidak relvan, mengingat alasan atau tujuan dari si A bukan mendapat pemimpin yang punya visi misi jelas, melainkan pemimpin yang ramah dan penyabar. Ada perbedaan tujuan. Tokoh 1 bertujuan memiliki pemimpin yang visi misinya jelas, oleh sebab itu tokoh 1 memilih Paslon B yang memiliki visi misi yang jelas. Sedangakn tokoh 2 bertujuan memiliki pemimpin yang ramah dan penyabar dan kebetulan yang raman dah penyabar adalah paslon A, oleh sebab itu tokoh 2 memilih paslon A. Jadi tokoh 1 tidak bisa mengatakan bahwa tokoh 2 tidak logis. Ia harus tau bahwa apa yang ia anggap logis, tidak relevan dengan tokoh 2, karena tokoh 2 memiliki tujuannya sendiri yang juga logis. Perkara pada kenyataannya paslon dengan visi-misi yang jelas akan berdampak positif pada jalannya negara ke depannya, ink perkara lain. Mungkin tokoh 2 tidak masuk akal, tapi ia tetap logis.


Itu saja yang bisa saya jelaskan terkait logika. Saya ingin menyampaikan bahwa saya terbuka atas koreksi apabila ada kekeliruan dalam tulisan ini atau ketidakcocokan contoh. Saya juga masih belajar. Terima kasih.



00:18 dan 00:22

Comments