Teologi Keterpilihan Anak Cucu Abraham

Jika kita perhatikan berdasarkan kejadian masa lalu, ketiga agama monoteistik keturunan Abraham atau ibrahim yaitu yahudi, kristen dan islam, semuanya mengembangkan teologi keterpilihan pada periode-periode tertentu dalam sejarah mereka.


Orang yahudi sering dikritik mengenai kepercayaannya sebagai bangsa pilihan. Saya pun, kita semua, bisa dipastikan pernah menggerutu mengenai kepercayaan ini. Karena seperti yang kita tau, dalam islam dijelaskan memang pada awalnya mereka 'terpilih', tapi karena sering lalai dari perintah Tuhan, Tuhan mengganti pilihan tersebut. Ini sekali lagi perspektif Islam.


Orang Kristen Barat khususnya, agak terlalu yakin bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan. Selama abad 11 dan 12, pasukan Salib mencari alasan untuk membenarkan perang suci mereka melawan yahudi dan kemudian muslim dengan menyebut diri sebagai 'umat pilihan baru', yang mengambil alih tugas yang telah gagal dijalankan oleh Yahudi. Begitu juga dalam golongan kaum muslim.


Contoh lainnya teologi keterpilihan kaum calvinis, cabang utama protentanisme, telah banyak berperan dalam mendorong orang Amerika untuk mempercayai bahwa mereka sebangsa dengan Tuhan. 


Kenapa rentetan fenomena keterpilihan ini terjadi? Kepercayaan semacam itu cenderung tumbuh pada masa kerawanan politik ketika orang-orang dihantui ketakutan akan kehancuran mereka sendiri.


Mungkin karena alasan ini, kepercayaan itu tampak mendapatkan nyawa baru dalam berbagai bentuk fundamentalisme yang lazim di kalangan Yahudi, Kristen, dan Muslim.


Tuhan yang personal seperti dalam kepercayaan monoteistik ini dapat dimanipulasi untuk menegaskan dirinya yang terkepung dan harus mempertahankan diri, sedangkan tuhan yang impersonal di sisi lain, seperti Brahman, agaknya terlalu sukar untuk melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu, perlunya penanaman nilai kemanusiaan dalam tiga kepercayaan ini.


Jika sebaliknya, akan lahir sesuatu yang tidak diinginkan. Pertentangan dan penyangkalan dari ketiga keyakinan ini alih-alih melahirkan kebaikan bersama, justru memantik kebencian antar golongan umat beragama.


Dari sini kita bisa belajar, bahwa konsep 'keterpilihan' melahirkan keangkuhan. Kritik satu kepada yang lainnya melahirkan sesuatu yang tidak elok, mengingat, dogma bukannya sesuatu yang terbuka untuk perubahan, kemudian terjadi pertentangan. Bagaimanapun itu sah-sah saja dilakukan oleh masing-masing kelompok untuk membela diri, dengan catatan asalkan tidak merugikan kelompok lain. 


Kendati demikian, tafsir yang saling mengungguli dan agaknya bukan murni dari kitab suci masing-masing kepercayaan, melainkan berasal dari kebanggaan pribadi pada golongan, menjadikannya lebih angkuh. 


Mari kita lihat satu persatu, pertama dalam ajaran yahudi, dogma keterpilihan berdasarkan tujuan mulia untuk menyebar ajaran Tuhan. Dikatakan bahwa bangsa yahudi terpilih untuk mengemban tugas mulia tersebut. Keyakinan ini berasal dari kitab ibrani, di mana tuhan disebutkan berulang kali menyatakan pilihannya terhadap bangsa israel. 


Meskipun begitu, teologi keterpilihan ini menjadi bahan perdebatan dan interpretasi yang berbeda di kalangan umat yahudi, sebagian berpendapat hak istimewa ini harus di jaga dan sebagian yang lain berpendapat bahwa tanggung jawab terhadap keberhasilan tugas ini adalah yang paling penting.


Kemudian yang kedua adalah kekristenan, orang kristen percaya bahwa umat kristen telah dipilih oleh Tuhan sebagai umat yang terpilih dan dianugrahi iman keselamatan. Keyakinan ini berakar dari perjanjian baru di mana banyak disebutkan bahwa Tuhan memilih orang-orang kristen bahkan sebelum dunia diciptakan. Tuhan memilih orang kristen sehingga mendapat jalan keselamatan, ini merupakan karunia dan kasih Tuhan.


Keyakinan ini sama seperti dalam ajaran yahudi, posisinya diperdebatkan oleh berbagai aliran dan denominasi kristen. Sebagian umat kristen percaya bahwa ini merupakan keistimewaan untuk dihormati dan sebagian yang lain lebih menekankan tanggung jawab untuk menyebarkan injil ke seluruh dunia.


Berikutnya, yang terakhir, agama islam. Dalam islam teologi semacam ini merujuk pada keyakinan bahwa Tuhan memerintahkan utusannya yaitu nabi dan rasul untuk menyebarkan ajaran-Nya, yang kemudian disebut islam, agama yang dipilih Tuhan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran agama sebelumnya. Sekaligus merupakan agama yang terakhir. 


Seperti kedua keyakinan di atas, ada sebagian yang berfokus pada keterpilihan tersebut ada pula yang lebih mementingkan bagaimana konsep ini diterapkan dalam konteks kehidupan sehari-hari untuk selalu melakukan kebaikan. Namun pada dasarnya semua sepakat bahwa konsep keterpilihan ini menekankan pentingkan kesetiaan dan penghormatan kepada Tuhan dan para nabi.


Teologi keterpilihan ini pada bagiannya memberikan tanggung jawab besar kepada golongan yang terpilih untuk tetap melakukan kebaikan. Pemeluk keyakinan memiliki tugas mulia untuk menyampaikan dan menyebarkan perintah Tuhan di masing-masing keyakinan. 


Tentu tidak ada yang saling mengguli di bagian ini, namun pada penerapannya dan prakteknya, ada beberapa bagian tertentu dari golongan tersebut yang menginterpretasi ajaran agama berdasarkan nilai-nilai kebanggaan yang berlebihan. 


Sebenarnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, selama tidak merugikan yang lain sah saja, namun jika rasa bangga tersebut termanifestasi dalam tindakan intoleran, hal ini tidak dapat hanya dijadikan tontonan.


Lalu apa yang harus kita lakukan agar tidak membiarkan kita semua terlarut dalam kubangan keangkuhan. Apa yang perlu kita kritik dri kepercayaan kita ini?


Saya merupakan salah satu pemeluk dari ketiga keyakinan di atas, saya berusaha melihat dari atas dan secara temporal melucuti nilai-nilai yang saya bawa untuk memperhatikan dan melihat secara objektif, apa pentingnya memupuk keangkuhan, sepertinya tidak ada. Oleh karenanya saya lebih mementingkan kemanusiaan kita untuk saling menghargai dan tidak menunjukkan keangkuhan. 


Karena pada dasarnya, tujuan diturunkannya agama adalah untuk perdamaian, bukan untuk saling menunjukkan mana yang lebih baik dan berbangga diri. Kesombongan tidak pernah diajarkan di agama manapun.



24-25/08/22

Comments