Apakah Pada Bagiannya Postulat Sama dengan Dogma?

Dalam banyak kesempatan di beberapa tulisan yang sudah saya buat. Saya sering kali menggunakan istilah mitos, dogma dan doktrin. Banyak orang, secara umum, mungkin membedakan ketiganya berdasarkan definisi yang disediakan oleh kamus. Umumnya kita kenal mitos adalah cerita-cerita yang dibuat untuk menjelaskan fenomena alam, peristiwa sejarah dan kepercayaan. Pada bagiannya mitos yang kuat menjadi aturan yang mengikat bagi yang mempercayainya. Setiap budaya memiliki bentuk mitos masing-masing yang dikembangkan bersamaa dengan perkembangan budaya. Mitos digunakan untuk menjawab sesuatu yang tidak terjelaskan, ini terjadi sebelum manusia memiliki kemampuan untuk menjelasksn dunia menggunakan sains dan belum ditopang oleh teknologi yang memadai.

Di sisi lain, dogma adalah keyakinan atau doktrin yang dipegang dan diamalkan oleh kelompok agama atau organisasi tertentu. Dogma adalah bagian dari doktrin, misal digambarkan doktrin berbentuk lingkaran besar, lingkaran kecil dalam doktrin adalah dogma, oleh sebab itu dogma juga disebut doktrin. Dogma biasanya dibuat sebagai suatu panduan bagi anggota dalam memahami keyakinan inti organisasi tersebut, dan sering kali diterima sebagai kebenaran mutlak yang harus diikuti. Dogma merujuk pada seperangkat keyakinan yang dianggap sebagai kebenaran mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh anggota suatu agama atau organisasi. Dogma sering kali dianggap sebagai otoritas tertinggi dalam hal keyakinan, dan sering kali tidak dapat direvisi. Lalu, bukankah pada bagiannya dogma sama dengan aksioma atau postulat dalam ilmu pengetahuan? Sebelum lanjut ke pembahasan itu, saya akan memperjelas terlebih dahulu kenapa saya menggunakan mitos dan dogma (bagian dari doktrin) secara bersamaan.

Ketika saya sering kali menggunakan kedua istilah tersebut secara bersamaan, beberapa orang tidak memahami konteks kenapa saya menggunakan seperti itu. Saya menggunakannya berdasar bahwa pada bagian tertentu, dogma memiliki keterkaitan dengan mitos. Meskipun secara umum dogma dan mitos adalah dua istilah yang berbeda, namun pada bagiannya keduanya berhubungan dalam konteks tertentu. Misalnya, dalam agama-agama tertentu, mitos diceritakan sebagai bagian dari keyakinan atau dogma, sehingga mitos menjadi bagian penting dari pemahaman tentang kebenaran rohani. 

Mitos merupakan bagian dari kebudayaan, di sisi lain dogma agama juga bagian darinya. Aspek keduanya memiliki kesamaan. Agama dan mitos dapat dianggap sebagai bagian dari budaya karena keduanya mempengaruhi cara hidup dan keyakinan masyarakat dalam suatu budaya. Keduanya juga memainkan peran penting dalam membentuk norma-norma sosial, etika, dan nilai-nilai yang dianut oleh anggota masyarakat dalam budaya tertentu. Selain itu, praktik-praktik keagamaan dan mitos sering kali terlihat dalam seni, arsitektur, dan tradisi-tradisi budaya lainnya. Yang membedakan keduanya adalah, dogma agama diyakini berasal dari entitas tertinggi sedangkan mitos adalah pernyataan yang umumnya tak berdasar dan dibuat oleh manusia.

Berdasarkan hal-hal ini, saya merasa perlu menjelaskan kenapa saya menggunakannya bersamaan. Untuk memulainya, saya akan menjelaskan dari domain informasi. Berdasarkan karakternya, informasi secara sederhana menurut saya dibagi menjadi dua bagian besar, meskipun pada bagiannya bisa dikelompokan dalam bentuk lebih kecil lagi. Pertama yaitu informasi yang diproses menggunakan akal dan juga berbasis fakta. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan valid/invalid atau benar dan salah, istilah-istilah yang umum digunakan dalam bagian ini seperti logis, rasional, empiris dan lain-lain. 

Sedangkan bagian lainnya, yang kedua, yaitu informasi berdasarkan nilai-nilai moral, etika, estetika dan spiritualitas yang berbasis pada perasaan. Hal-hal ini umumnya mempertimbangkan aspek baik/buruk atau bagus dan tidak bagus. Bagian ini yang terpenting adalah seseorang 'melakukan sesuatu' untuk mendapatksn 'rasa' tertentu, alih-alih mengetahui dengan pasti kenapa harus melakukan sesuatu tersebut. Bagian ini pada setiap orang dinilai sesuai selera masing-masing, atau bersifat subjektif. 

Pada dasarnya, ini merupakan aspek penting juga bagi manusia, karena manusia bukan hanya makhluk logis, melainkan penuh perasaan dan intuisi. Kemudian dalam perkembangannya ada kelompok tertentu yang melibatkan penggunaan domain informasi kedua ini. Pada awalnya mungkin saja kelompok dibuat sesuai dengan 'selera' individu tertentu. Namun karena berkembang lama dan tumbuh makin pesat, akhirnya hal-hal ini mengikat, jadi orang-orang di dalam kelompok tersebut dilarang melibatkan 'seleranya' sendiri, melainkan harus mengikuti 'selera' kelompok.

Dalam bahasan ini, yang sering berkaitan dengan topik utama adalah pada bagian atau domain pertama, yakni hal-hal diproses menggunakan penalaran akal (logika) dan juga berbasis fakta (empiris). Pemikiran ini berkembang pesat sejak zaman modern ketika manusia sudah cukup dewasa menyikapi dunianya. Manusia mulai melepaskan suatu hal yang melibatkan mitos. Namun pada bagiannya, ada kelompok tertentu yang memikirkan dunianya dengan alasan-alasan mitos, hal-hal yang tidak berdasar fakta empiris, atau berdasar hal-hal yang 'dibuat'. Aktivitas berpikirnya diklaim benar dan mungkin memang benar secara logika, meski premis yang digunakan tidak berdasar fakta empiris.

Oleh sebab itu, penalaran rasional berbasis fakta empiris menjadi penting. Mengingat kelompok mitos sering kali melibatkan hal-hal yang tidak sesuai dengan yang ada, dan dengan demikian tidak relevan dengan zamannya. Ini secara tidak langsung akan menjadi penghambat atas kemajuan ilmu pengetahuan dan berpotensi membuat seseorang menjadi kolot dan tidak mau menerima 'dunia' sebagaimana adanya. Pada bagiannya yang ekstrim, hal ini mengarah pada posisi mental delusional. Sekaligus mengarah pada tindakan-tindakan radikal bahkan terorisme untuk mempertahankan keyakinan mereka.

Berdasarkan beberapa kemungkinan terburuk terkait pemikiran kolot terhadap mitos, pada bagiannya mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa percaya pada 'pengetahuan' menjadi lebih baik. Meski keduanya pada dasarnya berdasar pada sesuatu yang tidak bisa dibantah. Dalam pengetahuan, dasar berpikir yang tidak bisa dibantah ini disebut aksioma, seperti yang sudah disinggung di atas. Contoh sederhana aksioma seperti 1+1=2. Ini bersifat tetap dan tidak dapat diubah, pada bagiannya ini juga bersifat dogmatis. Dengan artian bahwa seseorang berpegang pada suatu prinsip tanpa berpikir dan hanya mengikuti yang ada. Kedua prinsip antara dogma dan aksioma sama-sama dianggap benar dan tanpa melibatkan bukti tambahan. Meskipun keduanya merupakan prinsip-prinsip yang diterima tanpa bukti tambahan, dogma lebih terkait dengan keyakinan dan ideologi, sedangkan aksioma lebih terkait dengan logika dan matematika.

Contoh lain aksioma seperti ini, jika A = B dan B = C, maka A = C. Dalam hal ini A dan B sama, jadi ketika B dan C sama, sudah barang tentu dan sudah tidak perlu dibuktikan lagi bahwa A dan C juga sama. Mengingat A dan B adalah sama. Contoh lain bisa dilihat dari gambaran berikut, dua garis sejajar tidak akan pernah saling berpotongan. Dalam hal ini, kita tidak perlu membuktikan lagi mengenai kedua garis ini, jikapun keduanya ditarik panjang, ini akan tetap lurus tanpa bersentuhan. Dengan ini, kita bisa dengan mudah mengetahui kenapa aksioma diterima tanpa pembuktian oleh banyak orang. 

Pada bagiannya, inilah yang membedakan aksioma dengan mitos. Kita secara otomatis mempercayai bahwa aksioma adalah kebenaran yang harus diterima. Dalam mitos, seseorang 'diatur' sedemikian rupa untuk bisa mempercayainya, dan umumunya mitos diulang-ulang secara turun-temurun untuk mempertegas posisinya sebagai yang harus diterima tanpa perlu dipertanyakan dan dicari buktinya. Contoh, seseorang bisa saja tidak makan sapi atau babi dalam masyarakat tertentu karena misal dihukumi haram, orang yang tumbuh dengan nilai ini sejak lama, akan menganggap bahwa sapi dan babi memang tidak untuk dimakan. Hal inilah yang kemudian disebut kebenaran dalam kelompok tertentu.

Meskipun dalam beberapa hal posisi mitos dan aksioma terlihat mirip, saya berpendapat bahwa pengecekan terhadap hal-hal yang melibatkan hal tak berdasar agaknya harus selalu dilakukan, minimal kita memiliki sikap skeptis untuk bisa menerima hal baru yang lebih holistik. Mengingat dunia dan kehidupan di dalamnya selalu mengalami perubahan. Inilah pentingnya untuk tidak bersikap kolot atau konservatif. Sikap ini umumnya tumbuh subur di antara kelompok yang terikst dengan pernyataan tak berdasar atau tidak sesuai kenyataan. 

Ini pada bagiannya dapat menghasilkan pemikiran yang kurang rasional dan bertentangan dengan fakta atau logika. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempertimbangkan secara kritis aspek-aspek mitos yang mungkin bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan kenyataan. Bukan untuk mengatakan bahwa mitos sama sekali tidak penting, pada bagiannya mitos juga sangat penting untuk membentuk identitas budaya suatu kelompok dan seringkali digunakan untuk memberikan makna hidup.

Sebagian mungkin berpendapat bahwa nilai-nilai rasionalitas dan bukti empiris tidak penting berlandaskan pernyataan bahwa kehidupan tidak hanya tentang yang ada (material, empiris, positif), melainkan juga tentang yang tidak ada (mitos, gaib, spirit). Pandangan ini menganggap yang terpenting adalah bagaimana seseorang menghayati keyakinannya untuk mencapai tingkatan 'rasa' tertentu. Dengan kata lain tingkatan spiritual tertentu. 

Di sinilah yang menurut saya menjadi kekeliruan. Saya percaya bahwa jika seseorang ingin mencapai tingkatan spiritual tertentu, pemahamannya sebagai manusia juga harus kuat dalam hal-hal empiris. Ini bukanlah sebuah pilihan antara empiris dan spiritual, melainkan sebuah proses yang harus dijalani. Dimulai dengan pondasi memahami hal-hal yang ada, merenunginya dan menerimanya untuk bisa mencapai tingkatan spiritual tertentu. Jika tidak, kita harus melihat kenyataan bahwa banyak sekali hal yang secara bodoh kita lakukan pada alam karena irasionalitas kita dan pengetahuan kita yang kurang pada realitas empiris yang ada, bagaimana hal tersebut bisa disebut sebagai kehidupan dengan spiritualitas tinggi ketika alam dan kehidupan diperlakukan dengan tidak adil?

Bagaimana mungkin mencapai tingkat spiritual tertentu apabila hal-hal yang ada di sekitarnya tidak pernah mendapat perhatian. Hal sebaliknya terjadi, justru orang yang secara spiritual baik, telah memahami 'kebendaan' dengan baik, dengan demikian ia akan melihat hal-hal dengan lebih holistik, lebih adil dan penuh penerimaan. Pada akhirnya kehidupan spiritualitasnya terisi dengan penuh, bukan hanya bentukan luar yang palsu dengan simbol-simbol spiritualitas yang palsu. 

Contoh sederhana, seseorang harus tau bagaimana hujan terbentuk untuk menghayati "rasa" tertinggi spiritual yang didapatkan dari mengetahui mekanisme kompleks alam dalam memunculkan hujan. Ia tidak akan menghayati hujan dengan pemahaman dan rasa yang penuh, jika tentang hujan saja ia tidak mengetahuinya. Ia hanya akan merasakan spiritualitas rendah dan semu.

Kembali lagi pada pandangan yang berbasis mitos. Pemahaman ini umumnya bersifat memaksa, meskipun mungkin tidak semua begitu. Kendati demikian, nilai-nilainya yang mutlak mengantarkan kita pada kekakuan. Dengan demikian kebenaran yang dielu-elukan manusia tidak pernah berbentuk menyeluruh. Kebenarannya hanya eksklusif pada golongan tertentu, hanya milik kelompok tertentu. Ini baik selama tidak dipaksakan kepada orang lain, dan juga tidak dilanjut dengan tindakan radikal atau yang lebih ekstrim, teror yang mengancam.

Meskipun pada gilirannya mitos memiliki kebaikan untuk hidup kita, namun seringkali mitos berdampak buruk karena pada dasarnya mitos tidak didasarkan pada fakta atau bukti yang nyata. Mitos dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak terhadap dunia dan orang lain, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan emosional kita. Misalnya, jika seseorang percaya pada mitos bahwa vaksin COVID-19 tidak aman dan tidak efektif, mereka mungkin enggan untuk divaksinasi, meningkatkan risiko mereka terkena dan menyebar virus. Di sisi lain, jika seseorang percaya pada mitos yang tidak berdasar tentang pengobatan alternatif untuk kondisi medis serius, mereka mungkin mengabaikan perawatan medis yang sebenarnya dapat menyelamatkan hidup mereka.

Selain itu, mitos dapat menciptakan sikap delusional pada seseorang. Ketika seseorang mempercayai mitos tanpa pertimbangan kritis atau investigasi lebih lanjut, maka mereka mungkin mengabaikan realitas yang sebenarnya dan terperangkap dalam pandangan dunia yang salah. Dalam kasus ekstrim, sikap delusional yang disebabkan oleh mitos dapat menyebabkan seseorang menolak untuk melihat kenyataan atau mempertimbangkan perspektif orang lain. 

Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam hubungan antar manusia, dan bahkan dapat membahayakan kesehatan mental dan fisik seseorang misal delusi ini dimanifestasikan melalui tindakan intoleran dan teror seperti yang disebutkan sebelumnya. Jika seseorang percaya pada mitos tentang kelompok tertentu, seperti kelompok ras atau agama, mereka mungkin membawa prasangka terhadap orang-orang dari kelompok tersebut tanpa alasan yang valid. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memastikan bahwa keyakinan dan tindakan kita didasarkan pada bukti dan fakta yang benar, dan bukan pada mitos yang tidak benar atau kurang akurat. Jika kita merasa yakin akan suatu hal, penting untuk melakukan penelitian dan pertimbangan kritis sebelum mempercayainya sepenuhnya.


10:01 dan 12:21

Comments