Kaitan Metodologi Penelitian dan Cara Berpikir Kita

Saya bukan sejarawan tapi saya ingin menulis sesuatu yang berkaitan dengan sejarah, lebih tepatnya bagaimana sejarah dibuktikan. Hanya berdasarkan yang saya ketahui. Tulisan ini sangat terbuka atas koreksi. Tentu saya tidak mengatasnamakan ilmu sejarah, saya hanya ingin berbagi pengetahuan saya terkait sejarah.


Karena saya melihat bahwa yang dilakukan arkeolog dalam menentukan sejarah tidak lain adalah sama dengan penelitian lain di bidang tertentu.


Tulisan ini bukan untuk orang pintar dengan segala penjelasan yang serius. Tujuan tulisan ini sederhana, hanya berusaha menjelaskan sesuatu sesederhana mungkin dengan harapan sampai kepada lebih banyak orang dengan berbagai level pemahaman yang berbeda.


Jika kita dihadapkan pada sebuah kondisi di mana kita mendapati sebuah cerita-cerita masa lalu. Langkah pertama yang ada dalam pikirkan kita tentu saja bukan niat hati untuk meyakini cerita tersebut sepenuh hati. Apalagi mengamalkannya. Ini sebuah pemikiran dari manusia modern, yang memiliki ketertarikan untuk selalu berpikir skeptis.


Meskipun kita tau di luar sana masih banyak orang yang apabila mendapatkan sebuah cerita terkait masa lalu, baik dari mimpi, cerita turun temurun atau yang lainnya, akan mempercayainya dengan sangat khusuk. Namun paling tidak di sisi lain, ada yang berusaha untuk tidak mudah mempercayainya.


Banyaknya jumlah orang yang percaya terhadap cerita masalalu yang tidak diketahui kebenarannya ini, saya tertarik untuk menulis tentang ini. Kebetulan saya juga pernah mengetahui sedikit hal mengenai bagaimana mengecek cerita masa lalu.


Meskipun mungkin yang akan saya sampaikan masih kurang lengkap, tapi setidaknya kita tau apa yang harus kita lakukan ketika dihadapkan dengan cerita-cerita tak terkonfirmasi. Tulisan ini berangkat dari keresahan saya terhadap sekitar saya yang sangat khusuk mempercayai sesuatu yang ahistoris.


Bukan berarti saya melawan cerita-cerita tersebut. Saya hanya berusaha memberikan opsi tambahan terhadap pilihan-pilihan kita yang selama ini kita pilih, untuk lebih memperlihatkan kemanusiaan kita sebagai makhluk berpikir.


Maaf jika nilai-nilai yang saya usung dari awal sampai sekarang sama dan terkesan membosankan, tapi saya merasa perlu membicarakannya berulang kali, mengingat kadang kita kaya secara teori tentang ini, tapi pada prakteknya, kita merasa takut untuk menerapkannya dalam hidup.


Saya banyak menemukan manusia seperti ini di universitas, di mana dikatakan bahwa universitas adalah ladang pengetahuan, tempat bernafasnya bidang keilmuan dengan berbagai metodologinya. Namun pada prakteknya, metodologi hanya berlaku pada kertas-kertas laporan penelitian, tidak pada keseharian kita.


Bahkan sebagian besar orang terdekat saya yang mengerti betul makna gelar yang didapat dari universitas, tidak memahami fungsi mata kuliah penelitian, yang mereka tau adalah bagaimana melakukan penelitian, tidak lebih. Tidak bisa menginternalisasi yang dipelajari menjadi sesuatu yang berarti dalam hidup.


Misal keterkaitan antara metodologi yang dipelajari dalam penelitian dengan cara berpikir kita. Jika kita lulus universitas dan kita berhasil menginternalisasikan yang kita pelajari, kita akan tau bahwa fungsi metodologi yang dipelajari bukan hanya untuk penelitian di atas kertas, tapi untuk perkembangan cara berpikir kita sehari-hari.


Kembali lagi ke kondisi di atas, ketika kita dihadapkan dengan cerita masa lalu, apakah kita harus percaya begitu saja? Tentu saja tidak seharusnya demikian. Bagi sebagian orang yang belum mempelajari cara berpikir metodologis, sepertinya bisa dimaafkan jika mereka tidak memiliki cara berpikir itu. 


Tapi bagi seseorang yang sudah pernah belajar dan bahkan mendapatkan gelar, agaknya terlalu memalukan apabila yang dipelajari hanyalah formalitas belaka tanpa ada sesuatu yang didapat dari gelar itu.


Hal yang seharusnya dilakukan oleh orang yang paling tidak pernah mengenyam pendidikan level itu adalah bersikap sebagai mana ia dibesarkan di dalm lingkungan akademis kampusnya. Yaitu tidak begitu saja mempercayai informasi yang diterima.


Katakanlah si A mendapat informasi tentang si B, si B berkata langsung kepada si A bahwa si B dulunya sangat pintar matematika. Ini sebuah contoh cerita yang bahkan kita terima langsung dari pelaku sejarah, yaitu perjalanan hidup si B. Lalu apa sikap kita? Tentu untuk mengkonfirmasi mengenai cerita si B, kita bisa tanyakan cerita ini kepada orang-orang terdekatnya seperti orang tuanya, saudaranya atau temannya. 


Apabila kita belum mendapatkan konfirmasi apapun, sudah barang tentu kita menahan mempercayainya meski si B mengatakannya secara langsung. Kenapa demikian? Karena yang dilakukan si B, bisa saja dilakukan oleh si C si D si E dan seterusnya. Semua orang bisa mengutarakan klaim, dan tidak semua klaim itu dapat dipercaya.


Contoh lain misal kita menemukan sebuah kotak kuno yang berwarna emas, lalu orang sekitar berasumsi itu berlapis emas, sebelum mempercayai bahwa kotak itu benar berlapis emas, ada baiknya kita mencari bukti-bukti yang mendukung bahwa kotak itu memang berlapis emas. Misal melakukan pengecekan ke toko emas atau melalui berbagai literatur sezaman yang menceritakan tentang kotak itu, untuk melakukan pengecekan terhadap kesejarahan dari benda tersebut. 


Jika tanpa pengecekan kita mempercayai bahwa kotak itu berlapis emas, pada dasarnya kita sedang beranggapan, dan anggapan tanpa dasar adalah dosa akademis.


Contoh lain yang lebih nyata, ini terjadi kepada saya, ketika saya tau kisah bahwa ditemukan fosil manusia purba di flores yang tingginya kurang lebih hanya 1 meter, lalu muncul pertanyaan dalam benak saya, apakah ini benar manusia? Bagaimana mungkin menentukan ini manusia jika tubuhnya sebesar itu? Bisa saja ini fosil hewan. 


Lalu saya menemukan jawaban, bahwa fosil yang ditemukan tersebut berdekatan dengan peralatan manusia, tentu tidak hanya itu yang menjadi bukti sejarah fosil tersebut, tapi yang paling saya ingat hanya ini. Jadi kemungkinan besar ia adalah manusia. Lalu jika memang perlu, saya bisa saja melanjutkan melakukan pengecekan ke museum untuk melihat fosilnya dan alat-alatnya secara langsung.


Kira-kira itu yang bisa dilakukan untuk melakukan konfirmasi dan menyambungkan garis-garis putus cerita masa lalu. Itu semua upaya kita untuk mencapai kebenaran, kalau tidak disebut kebenaran paling tidak untuk mendekati kebenaran. Dengan demikian, kita tidak membuat cerita palsu dan tidak bertanggung jawab terkait masa lalu.


22:44

 

Comments