Renungan tentang Pilihan Kita

Kita di luar Korea utara merasa kasihan dengan penduduk korut yang tidak bebas berekspresi layaknya manusia lain yang tinggal di luar korut yang otoriter. Tidak bisa mengakses dunia luar, tidak bisa menggunakan internet dengan bebas, harus terus patuh pada penguasa, berbeda pendapat dikit auto tembak.

Ini adalah sudut pandang kita, bagaimana jika kita melihat dari sudut pandang orang² korut sendiri? Kapan hari saya membaca komentar di sebuah postingan, ada yang berkomentar tentang orang korut. Dia bilang orang korut merasa biasa dengan semua yang terjadi pada mereka. Karena sudah terbiasa atau "dibrainwash" sejak kecil, mereka terbiasa dengan itu. Mereka menganggap kim jong un adalah juru selamat, mereka mendewakannya.

"Gmn caranya rakyatnya bisa 'sadar' kalo mereka sebenarnya punya pilihan untuk bersatu dan berontak jika dri kecil mereka sudah dicekoki ideologi yg mencuci otak mereka? Apalagi gak ada pengaruh dri luar dan negaranya benar-benar tertutup seperti itu. Mau datang dri mana kesadaran bahwa sebenarnya mereka punya pilihan untuk berontak?" Tulis orang yang memberi komentar itu.

Jika memang demikian yang terjadi, maka tak heran rakyat korut bahkan rela menyembah kim jong un, dan sangat patuh padanya. Pola ini, sangat tidak asing bukan? Jika kita terbuka dengan semua kemungkinan, kita akan berpikir bahwa pola ini sama seperti yang dilakukan agama. Ia diajarkan sejak kita kecil. Dan kita merasa biasa dengan itu. Kita rela melakukan apapun demi agama kita.

Sesekali kita juga merasa kasihan dengan orang-orang kafir yang bahkan tidak bisa menikmati surga Tuhan ketika ia mati dan akan kekal di neraka, karena mereka tidak seagama dengan kita. Tapi, tidakkah kita sadari mungkin saja mereka juga merasa kasihan dengan kita yang terjebak dengan agama yang sekarang kita anut?

Sebenarnya kita punya pilihan untuk berontak seperti orang-orang korut, yang juga punya pilihan itu. Tapi kita memilih setia karena beberapa alasan atau bahkan tanpa alasan? Alasan paling sederhana kadang kita sayang pada keluarga kita sehingga kita berdiam diri di dalam lingkaran itu bersama mereka. Dan mungkin saja, orang-orang di luar lingkaran menyayangkan sikap kita yang tidak bergerak itu.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengajak siapapun untuk memberontak dan menuai pertikaian. Tulisan ini murni untuk kemanusiaan, mengajak kita semua untuk mempertanyakan kemanusiaan kita, sehingga terbebas dari pola pikir yang "dibentuk" oleh sebagian orang dan dimasukkan ke dalam pikiran kita.

Jika kita tertutup dan diam, membatasi diri pada apa yang kita telah ketahui sejak kecil saja, menutup pikiran dari berbagai kemungkinan, dari mana kesadaran akan datang bahwa kita punya pilihan? Kita sejatinya sama persis seperti orang-orang korut yang hidupnya berada di bawah kuasa seseorang yang pada dasarnya setara dengan mereka, tidak lebih tinggi, tidak lebih mulia.

Tidak ada penghakiman dalam tulisan ini, semua pilihan diharga, tulisan ini hanya membuka pilihan yang lain.


21/07/23

Comments