Agama, Filsafat, Kemudian Sains

Ada orang yang bilang sebenarnya filsafat itu gak menjauhkan kita dari agama, tapi malah memperkuat keyakinan kita pada agama, meskipun agama itu banyak yang tidak masuk akal.


Jawabanku sederhana, filsafat memang gak membuat manusia jauh dari agama, tapi filsafat mengantarkan pada cara berpikir yang baik kalau tidak disebut benar. Karena ketika mengkaji filsafat, artinya kita mengkaji berbagai macam pemikiran manusia.


Kalo kita belajar filsafat dengan benar, kita diarahkan untuk selalu berpikir dengan baik, sistematis, runut dan terarah. Dengan kata lain filsafat mengantarkan kita untuk mempelajari berbagai ilmu, bukan diam dan terdoktrin.


Kalo kita liat sejarah filsafat, kita bisa liat perkembangan manusia hingga sampai pada logos atau yg sekarang umumnya disebut sains.


Jadi apabila orang belajar filsafat dan hanya berdiam diri pada kajian-kajian filsafat masa lalu yang bahkan tidak ada artinya lagi di mata sains modern kecuali sebagai seni berpikir itu (suatu bentuk analisis kebahasaan terhadap kenyataan), orang tersebut hanya mempelajari cara orang berpikir di filsafat.


Untuk melanjutkan pengalaman berfilsafatnya, ia harus melangkah ke ilmu yang diarahkan oleh filsafat itu sendiri, yaitu sains. Saya bisa katakan demikian berdasarkan beberapa hal yang akan dijelaskan selanjutnya.


Kalo dengan uraian ini masih ada yang bertanya apa hubungan filsafat dan sains? Pertama bisa dipastikan orang yang belajar filsafat ini, belum memahami apa itu filsafat.


Kita tau pada mulanya, sebelum sains ada, filsafat hadir dan digunakan sebagai cara manusia mendefinisikan yang ada di hadapan manusia, yaitu alamnya (yang disebut analisis kebahasaan tadi). Seiring berjalannya waktu, pengetahuan manusia tentang dirinya dan alam ini memisahkan diri dengan filsafat, kemudian lahirlah sains.


Sering disebutkan bahwa filsafat adalah ibu dari seluruh ilmu pengetahuan. Cara berpikir runut ini menjelma ilmu baru dari filsafat. Yang kalau diabaikan, kita tidak bisa disebut 'berfilsafat'.


Orang yang belajar filsafat dengan artian belajar pemikiran2, hanya akan berdiam di tahap 'belajar pemikiran orang'. Tapi tidak pernah berfilsafat. Padahal, filsafat juga mengarahkan manusia pada 'cabang' ilmu yang lahir dari rahim filsafat, untuk bisa menghayati kehidupan secara penuh.


Jika orang berfilsafat, dia belajar pemikiran orang saja tidak cukup, dia perlu belajar bagaimana pemikiran itu dihasilkan. Bagaimana kita mendefinisikan sekitar kita, mengkategorikannya dengan bagian tertentu. Yang seperti itu, semuanya dipelajari di cabang filsafat, yaitu pengetahuan-pengetahuan lain.


Jadi, orang belajar filsafat memang tidak akan jauh dari agama, karena orang yang hanya belajar filsafat akan diam di tahap belajar pemikiran orang2, bukan berfilsafat untuk dirinya sendiri, dengan artian, belajar filsafat kemudian menjadi sadar bahwa filsafat mengarahkan pada salah satunya dan utama yaitu cara berpikir runut, yang bisa ditemukan di sains.


Ketika orang menemukan pentingnya sains dari filsafat. Ia akan mulai melangkah pada sesuatu yang positif dan empiris, dan yang demikian tidak pernah menyapa Tuhan. Tuhan tidak dianggap, atau dengan kata yang lebih halus, tuhan tidak menganggapkan diri.


Di situlah, saat-saat ilmu menjelaskan semua yang selama ini kamu jelaskan menggunakan dalil-dalil. Pada saat itu juga, agama menjadi tidak penting lagi untuk dunia kita yang positif dan empiris ini.


Perkara ada sesuatu yang tidak terjelaskan dalam sains, itulah yang ditunggu, yang akan dijelaskan suatu saat nanti, jika ilmu manusia memadai.


Lalu bagaimana dengan tanggapan sains tidak mengajarkan bagaimana menghormati orang mati. Sains memang tidak mengajarkan itu, yang sains ajarkan adalah manusia mati, membusuk dan tidak ada, hanya sebuah mekanisme alam semesta dan memang begitu adanya.


Tapi sebagai manusia yang penuh perasaan ini, manusia merasa perlu menghormati orang yang tidak lagi ada, dimulai dari menguburkannya dan mendoakannya. 


Hal itu bisa kita cari dan temukan dari kebudayaan kita. Itu yang disebut budaya manusia. Agamapun sebenarnya bagian dari itu. Sekedar budaya manusia. Oleh sebab itu wajar apabila ada yang meninggalkan dan menganut budaya itu, karena budaya memang sesuai kecocokan.


Agama seharusnya bukan tentang kebenaran, tapi tentang kebudayaan. Yang mana, ketika berbicara budaya, semua orang memiliki kebenarannya masing-masing yang mereka anggap benar. Ini sangat cocok dengan apa yang terjadi dengan agama.


Dari definisi atau penjelasan ngalor-ngidul di atas, bisa disimpulkan, filsafat sendiri memang tidak menjauhkan manusia dari agama, sebagian filsuf juga mempelajari agama menggunakan filsafat. Yang meninggalkan agama justru adalah anak kandung filsafat, yaitu sains.


Orang yang belajar filsafat dan berpikir dengan baik, secara otomatis rindu dengan apa yang disebut berpikir sesuai kenyataan, mengingat semangat filsafat sendiri dipenuhi jiwa-jiwa yang rindu pada kebenaran kenyataan.


Jika orang belajar filsafat dan berhenti di situ (belajar pemikiran orang). Dia tidak akan jauh dari agama, tapi ketika dia belajar filsafat dan sadar bahwa filsafat mengarahkan dirinya pada anak kandung filsafat yang disebut sains. Pintu-pintu di luar positivisme dan empirisme ditutup rapat, ditinggalkan.


20/10/23 17:40

Comments