Populasi Non Produktif Destruktif yang Tak Terlihat

Menurutmu lebih baik krisis populasi (berpotensi bersifat non produktif) atau populasi stabil tapi tidak produktif dan cenderung destruktif?


Kalau berbicara krisis populasi, tentu contoh terbaiknya saat ini adalah jepang, di mana terjadi ketimpangan jumlah penduduk usia lanjut dengan anak muda. Populasi anak muda di jepang mengalami penurunan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah jepang. Fenomena ini bukan tidak mungkin menurunkan produktivitas suatu negara.


Kenapa jepang mengalami krisis populasi? Berdasarkan surat kabar, hal ini disebabkan oleh menurunnya tingkat pernikahan, anak muda jepang enggan menikah karena beberapa alasan, yang utama adalah faktor ekonomi. Keterbatasan lapangan pekerjaan di jepang menyebabkan anak muda khawatir dengan kehidupan ekonominya di masa mendatang, oleh sebab itu mereka enggan menikah.


Hal berbeda terjadi di sebuah negara barat daya, jauh dari jepang, yang memiliki penduduk membengkak dan menempati posisi ke-4 dunia sebagai negara dengan penduduk terbanyak. Yang lebih mengejutkan adalah mayoritas penduduknya hidup di sebuah pulau yang besarnya hanya 7 persen dari luas keseluruhan negara tersebut.


Di negara ini anak-anak mudanya tidak berpikir panjang terkait masalah ekonomi di masa depan, pernikahan dini di mana-mana dan hamil di luar nikah bertebaran, tentu bukan masalah yang mengkhawatirkan apabila ada persetujuan dari dua pihak yang terlibat. Namun yang menjadi beban bagi negara adalah, efek domino yang terjadi setelah pernikahan tersebut dilakukan. 


Pertama saya bisa menarik kemungkinan meskipun tidak sepenuhnya benar terkait hal ini, yaitu karena sebagian besar hubungan pernikahan di negara ini tidak didasari pada pertimbangan yang logis dan rasional, banyak keluarga muda yang akhirnya tidak dapat menjadi orang tua yang mandiri, sebagian besar dari mereka bergantung terhadap orang tua mereka, oleh sebab itu beban orang tua menjadi lebih besar dan kemiskinan di negara ini bertambah.


Satu keluarga miskin melahirkan keluarga miskin pula, dan mereka merasa hal itu bukanlah hal aneh dan salah, karena tuhan akan membantu di masa depan. Pernikahan dilakukan berdasarkan hasrat hewani dan tak jarang terpengaruh lingkungan yang mengharusnya mereka untuk melakukan itu. Itu masalah pertama, pernikahan yang masih menuntut beasiswa dari orang tua masing-masing mempelai.


Kedua, pernikahan ini melahirkan manusia baru yang karena kondisi yang sudah disebutkan tadi, berbagai kemungkinan buruk terjadi, misal anak tidak cukup gizi, dan orang tua sibuk membangun ekonomi mereka sehingga tidak punya kesempatan untuk bersama dan mendidik anak, jadi tak heran beberapa waktu lalu istilah fatherless mencuat di jagad maya.


Anak-anak yang terlahir dengan kondisi seperti itu, terlahir dengan kemungkinan bahwa mereka akan menjadi bodoh atau nakal. Hal ini kemudian menjadi beban pula bagi negara. Selain fatherless karena bekerja, anak-anak juga banyak ditinggal oleh orang tuanya dengan banyak versi, terutama dan yang terbanyak, paling tidak di daerah saya adalah perceraian.


Betul, karena kondisi ekonomi tadi, juga melahirkan kemungkinan akan perceraian ini, ini menjadi masalah yang ketiga. Cekcok terjadi dalam rumah tangga karena masalah ekonomi dan akhirnya menimbulkan perceraian. Manusia baru yang tak lama disebutkan, menanggung semua beban kehidupan itu. Ia berkemungkinan terlantar dan tidak terdidik.


Apabila satu pasangan melahirkan 1 manusia. Bagaimana dengan kondisi total? Belum lagi apabila satu pasangan melahirkan 5 anak terlantar sebagaimana yang terjadi pada satu keluarga yang tinggal tidak jauh dari rumah. Saya tidak ingin mengelaborasi terkait itu lebih dalam, hanya sebagai contoh.


Apabila suatu negara mengalami penurunan jumlah penduduk, mungkin yang merasakan kerugiannya secara langsung adalah negara, namun jika yang terjadi sebaliknya, pertumbuhan penduduk stabil dan melahirkan generasi rerlantar, yang dirugikan lebih dekat, yaitu tiap individu yang terlahir. Dampak besar selanjutnya untuk negara, di mana negara memiliki penduduk tidak produktif dan kemiskinan terus bertambah.


Respon terhadap ini telah dilakukan oleh pemerintah, yaitu gerakan dua anak cukup untuk menanggulangi terjadi pembengkakan penduduk. Hal ini berhasil dilakukan dengan melihat perkembangan penduduk sejak tahun 2020. Bagaimanapun, kondisi-kondisi memprihatinkan yang telah disebutkan di atas tidak bergerak ke arah yang positif. Hal itu terus saja ada dan terjadi.


Lalu mana yang lebih baik atau mana yang seharusnya terjadi antara penurunan populasi dan populasi stabil namun dengan kondisi-kondisi yang terjadi seperti di negara barat daya jepang tersebut? Tentu saya tidak akan menjawab dengan pasti, dan bukan itu juga yang menjadi tujuan tulisan. Tulisan ini hanya berusaha mengungkapkan hal-hal yang terjadi di antara dua kondisi yang berbeda.


06:52


Comments