Kebenaran yang Ditinggalkan Postmodernisme

Postmodernisme atau yang selanjutnya akan disebut postmo adalah sebuah pandangan filsafat berlatar dari penolakan atau memilih sikap ragu terhadap sesuatu yang selama ini diyakini sebagai kebenaran tunggal. Kurang lebih seperti itu. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah pendapat saya terhadap postmo dan tanggapan saya terhadap beberapa pendapat teman mengenai postmo. Tulisan ini terbuka atas koreksi, karena saya juga sedang belajar.


Berangkat dari penolakan terhadap kebenaran tunggal, postmo tidak hanya menolak modernitas sebagaimana yang ada dalam bayangan kita tentang modernitas. Contoh yang sering saya temui bayangkan tentang modernitas antara lain empirisme, positivisme, materialisme, rasionalisme dan sebagainya.


Intinya kehidupan yang hanya didasarkan pada sesuatu yang 'terlihat', sesuatu yang nyata saja, atau hanya menerima sesuatu yang bisa kita pikirkan dengan logis. Menolak yang tidak ada secara empiris dan tidak bermateri serta tidak menganggap ada sesuatu yang tidak bisa diselidiki atau diobservasi. Itulah yang kira-kira kita bayangkan tentang modernitas.


Pertama yang saya sampaikan kepada teman saya terkait postmo adalah, meskipun postmo menolak modernitas bukan berarti postmo melegitimasi keberadaan dogma, grand naratif dan lain-lain. Ini adalah pandangan yang kurang tepat dan cenderung serampangan dalam memahami postmo itu sendiri.


Padahal kalau kita benar-benar ingin mencari tau pandangan postmo, postmo punya semangat meragukan sesuatu yang disebut kebenaran tunggal, apapun itu, sekalipun hal-hal tersebut tidak seperti modernitas yang dibayangkan kebanyakan orang, seperti yang sudah disebutkan tadi.


Dengan kata lain, postmo punya semangat meragukan modernitas termasuk sains, yang lahir dari rahim modernitas. Tapi, postmo juga menolak modernitas dalam bentuk lain, katakanlah dogma.


Sebelum kita tau alasan lebih lanjut bahwa postmo menolak dogma, kita tau bahwa dogma yang saat ini kita kenal, merupakan perkembangan dari dogma-dogma lain di masa lalu, dimulai dari mempercayai roh di benda kecil, roh di makluk hidup, kemudian roh-roh lebih kuat dan banyak, lalu roh tunggal yang besar dan kuat. 


Dogma ini kemudian berkembang lalu diyakini sebagai kebenaran tunggal. Jika kita mengetahui bahwa postmo menolak apapun yang meyakini kebenaran tunggal, postmo bukan hanya menolak modernisme yang sudah disebutkan tadi, melainkan juga menolak dogma-dogma yang juga meyakini kebenaran tunggal.


Kenapa postmo menolak modernitas khusunya sains? Padahal sains tidak bersifat dogmatik dan tetap, ia berkembang. Postmo tidak maslaah dengan itu, perkembangan memang selalu dibutuhkan, tapi yang postmo kritik adalah 'keyakinan' yang dipegang dalam sains bahwa yang benar adalah sesuatu yang saintifik. Ini terlepas dari sains itu berkembang atau tidak. Tapi ada keyakinan dj balik itu bahwa yang benar adalah yang saintifik. Ini yang kemudian ditolak oleh postmo.


Postmo memiliki pandangan-pandang yang terbuka atas perbedaan dan keberagaman. Ia tidak terikat pada pandangan saintifik saja apalagi terikat pada pandangan yang tidak mengalami perkembangan atau perubahan seperti dogma.


Meskipun kita tau bahwa dogma saat ini tidak berkembang, berhenti pada bentuk terbesarnya sebagai agama formal, dan kita cenderung membedakanya dengan sains. Namun berbeda dengan padangan postmo, ia justru menganggap bahwa dogma dan sains sama saja. Sesuatu yang sama-sama berasal dari keyakinan akan sesuatu. Dogma berasal dari keyakinan tertentu tentang cerita besar dan sains berasal dari keyakinan bahwa yang benar adalah yang saintifik.


Oleh sebab itu, Nietzsche, -tentu bersama Heidegger yang saya sebut atau anggap sebagai peletak dasar postmo-, mengatakan bahwa figur terakhir dari manusia dogmatis, adalah manusia modern. Di mana mereka meletakkan dasar keyakinannya pada sesuatu yang saintifik. Tentu saja pemikiran Nietzsche bernafaskan nihilisme, tapi dari sana saya pikir, terlahir 'ketidakpercayaan' pada kebenaran tunggal yang juga diadopsi postmo. Perbedaannya akan terjelaskan dalam uraian selanjutnya.


Postmo lebih jauh, memiliki keraguan bahwa yang berasal dari dogma atau sains, tidak bisa dianggap sebagai satu-satunya kebenaran. Postmo menawarkan tantangan terhadap pemikiran tunggal yang tidak terbuka atas kebenaran lain. Bagi postmo realitas tidak hanya diukur dari satu kebenaran tunggal, dengan demikian ia sangat terbuka dan toleransi terhadap segala kemungkinan, keberagaman dan kompleksitas kehidupan dalam bentuk apapun.


Beberapa dasar atau alasan postmo menolak kebenaran tunggal kurang lebih seperti yang sudah dijelaskan di atas, selain itu, kebenaran tunggal dianggap memaksakan keyakinan dan kehendak sehingga berpotensi menghilangkan kekhasan dan keunikan setiap individu.


Dalam postmo tidak ada sudut pandang yang lebih benar dari yang lain, pandangan ini bisa saya ilustrasikan dengan melihat gunung. Ketika kita melihat gunung, apa yang kita lihat hanyalah satu sisi dari sebuah gunung. Katakanlah kita melihat gunung argopuro dari arah utara, bentuk argopuro akan berbeda apabila dilihat dari arah timur, selatan atau barat. 


Lalu mana yang benar? Tentu orang-orang di arah utara tidak bisa mengklaim bahwa mereka melihat argopuro dengan sebenar-benarnya dan itu yang paling benar. Orang-orang di bagian selatan juga memiliki pandangan mereka tentang argopuro.


Inilah yang coba ditinggalkan oleh postmo, di mana orang-orang diajak untuk meninggalkan kebenaran tunggal yang mereka yakini, bahwa keyakinan melihat argopuro dari selatan atau utara adalah yang paling benar. Ini yang membuat kita tidak bisa melihat kebenaran yang sebenar-benarnya dengan benar.


Lalu bagaimana sikap postmo melihat kebenaran? Sikap postmo adalah dengan menunggu dan mempertimbangkan kualitas kebenaran, karena memang tidak ada kebenaran absolut yang bisa merangkul semua aspek kehidupan. 


Kendati demikian bukan berarti segala sesuatu relatif dan sembarangan, mungkin relatif iya, tapi relativitasnya dipertimbangkan berdasarkan pandangan rasional dan etika sesuai konteks yang ada. Ini yang membedakan dengan nihilisme.


Karena berdasarkan konteks, maka ini bersifat subjektif. Kita tau setiap subjek memiliki keadaan atau hal-hal yang mempengaruhinya secara spesial dan belum tentu dialami oleh sebagian besar subjek lain di dunia. Meskipun begitu, seperti yang sudah disebutkan, dalam mempertimbangkan sesuatu, postmo tidak bersifat sembarangan.


Postmo selalu terbuka terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Memberi ruang terhadap sesuatu yang sebelumnya bahkan tidak pernah ada atau terjadi. Terbuka atas pertimbangan dan dialog serta menghargai perbedaan tanpa mengklaim kebenaran tunggal.


Ini seperti yang digambarkan Nietzsche, jika kita menghancurkan pulau yang kita tinggali (kebenaran tunggal) lalu pergi mengarungi lautan yang sepi (keraguan atas kebenaran tunggal) kita merasa terombang-ambil tanpa kepastian. Tapi itulah jalan terbaik untuk menjadi terbuka atas segala kemungkinan.


09:18

Comments