Ini Pesan Kiai Zuhri Bagi Para Sarjana Pesantren

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Mohammad Zuhri Zaini berpesan agar tidak berhenti menuntut ilmu, meski telah menyandang gelar sarjana atau magister. Sebab, prinsip belajar dalam Islam tidak dibatasi oleh waktu.

Pesan itu disampaikan Kiai Zuhri kepada wisudawan/wisudawati Institut Agama Islam (IAI) Nurul Jadid, Minggu (30/10/2016). Menurutnya, belajar tidak harus di lembaga formal seperti sekolah, atau perguruan tinggi.

“Di mana pun dan kapan pun. Sebab pada hakikatnya, setiap tempat adalah madrasah,” kata Kiai Zuhri.

Leih lanjut, Kiai Zuhri menekankan bahwa belajar dapat dilakukan dengan merenung dan membaca, baik buku maupun fenomena alam.

Kiai Zuhri menyebut, tidak jarang ditemui, orang yang tidak mengenyam pendidikan formal, mampu berkiprah di masyarakat. Contoh yang disebut pengasuh, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti yang tak lulus SMA.

“Kalau orang yang tidak lulus SMA bisa berkiprah seperti itu, maka sarjana dan magister tentunya lebih. Tapi dengan syarat bekerja keras, terus berlajar: tidak dibatasi ruang dan waktu. Kalau Ibu Susi bisa, kenapa kita tidak bisa,” ujarnya.

Selanjutnya, Kiai Zuhri berpesan bahwa gelar sarjana atau magister, dengan segala ilmu yang diperoleh, merupakan amanah. Karena ilmu tak cukup dikuasai melainkan juga harus diamalkan, disebarkan dan diabdikan kepada masyarakat.

“Hendaklah jadi pengabdi yang profesional, bukan pekerja. Kata kuncinya: pengabdian, dan profesional, bukan amatiran” pesannya kepada wisudawan dan wisudawati. Mengabdi berarti, bekerja tidak diukur dengan materi.

Sebagai lulusan perguruan tinggi pesantren, Kiai Zuhri meminta wisudawan Institut Agama Islam (IAI) Nurul Jadid bangga dengan status santri. Apalagi pemerintah telah menetapkan Hari Santri Nasional untuk mengenang perjuangan (jihad) pendahulu melawan penjajahan.

Dalam konteks kekinian, perjuangan para santri bukan lagi melawan penjajah. Melainkan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan dekadensi moral. “Santri harus menjadi garda depan (melawan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan dekadensi moral, Red). Sebab, kita membawa misi dakwah,” ujarnya.

Menurut Kiai Zuhri, tugas paling berat bagi sarjana santri yaitu menjaga moralitas yang kini sangat memprihatinkan. Jangankan melakukan perbaikan, diri sendiri tidak terjerumus dalam dekadensi moral, dinilai sudah bagus.

Secara teori, upaya perbaikan mudah dilakukan. Yaitu mulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad bersama sahabat. “Mudah dikatakan, tapi itu berat,” ucapnya.(*)

Comments