Cerpen - Lamet dan Orang Alim yang Sombong

Suatu hari, ada seorang pria tua bernama Lamet yang hidup serba kekurangan. Ia harus bekerja setiap ia ingin makan. Semenjak istri dan dua anaknya meninggal, ia hidup bersama bayang-bayang menunggu keajaiban datang.
Ketika Lamet termenung disela-sela waktu istirahat kerjanya. Hatinya bergemuruh dalam keadamaian angin dan pepohon yang mengibaskan daunnya.
"Tuhan.... aku merasa nestapa, tidak punya keluarga, tidak punya harta. semuanya menjauh dariku, inikah takdirku, inikah jalan-Mu untukku?, aku bekerja hanya untuk membuat perutku bahagia, selain dari itu aku tak mampu dan tentu saja aku tak pernah lupa untuk membahagiakan-Mu Tuhan, dengan memijakkan kaki di jalan yang halal" Lamet memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam.
Akhirnya ia bangkit dari duduknya dan meraih cangkul yang berada di hadapannya, Lamet pun kembali bekerja.
Keesokan harinya ketika mentari belum terjaga, terbesit dalam pikiran Lamet yang baru saja menyelesaikan kewajibannya terhadap Tuhan.
"Kenapa baru sekarang aku memikirkannya, aku akan pergi kesana dengan uang ini, tak masalah apabila perutku kesakitan tak mendapat sesuap nasi, sesampainya disana tentusaja aku akan disugukan dengan berbagai makanan" ujarnya penuh keyakinan.
Lamet pun pergi meninggalkan gubuk dimana dia tinggal untuk bertemu dengan orang alim yang baru saja terbesit dipikirannya.
Membutuhkan 4 jam untuk pergi ke tempat orang alim itu, Lamet membiayai perjalanannya dengan sisa upah kerja dua hari sebelum keberangkatannya.
Setibanya di Rumah orang alim tersebut. Orang alim itu pun berkata "aku tahu kedatanganmu kesini sebelum kamu mengetahuinya, dan aku tahu apa tujuanmu sebelum kamu merencanakannya"
"Sombong sekali" ujar Lamet dalam hati seraya memasang wajah tersenyum.
"Dan aku juga tahu apa yang baru saja hatimu katakan".
Lamet pun terkejut dan berkata,
"Maaf Pak, saya hanya mencoba kemampuan Bapak, seberapa tajam Bapak membaca yang hati katakan."
"Ish.. kau baru saja berbohong!" Kata orang alim itu dalam hati.
"Silahkan masuk!"
Orang alim tersebut memang memiliki kemampuan menerawang yang baik, namun perilakunya tidak sebaik kemampuannya. Orang-orang hanya menghormati kemampuannya saja.
"Kau datang kesini ingin meminta saran dariku, benar?"
"Benar pak!"
"Melihat keadaanmu seperti ini, berapa keuntungan yang kau bawa"
"Tentu saja hanya sedikit"
"Tentu saja sedikit" ujar orang alim tersebut mengulangi.
Merekapun terdiam sejenak, lalu orang alim itu berkata,
"Baiklah, esok hari, kau akan mendapat pekerjaan membuat sumur. Ketika kau menggali sumur setinggi tubuhmu, kau akan menemukan sesuatu yang membuatmu terkejut, gerakan reflek tidak masalah, namun jangn sesekali berteriak."
"Apa itu pak, apa yang akan saya temukan?"
"Sudah, jangan banyak bertanya, saran saya jangan pernah berteriak!"
"Baiklah pak, terimakasih"
"Eitz, Terimakasih tidak cukup!"
"Oh iya pak, saya lupa." Jawab Lamet.
Tepat keesokan harinya, lamet mendapatkan pekerjaan tersebut.
"Ternyata yang orang alim katakan itu benar, kira-kira apa yang akan aku temukan sebentar lagi" Lamet bertanya-tanya.
Ketika sumur setinggi pusar, ia gelisah, ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi, namun ia selalu ingat kata-kata orang alim tersebut, "Jangan berteriak!". Lamet pun melanjutkan pekerjaannya.
Ketika sumur tepat setinggi badan Lamet, cahaya pun keluar dari dalam sumur itu, Lamet terus berkata dalam hatinya, "Jangan berteriak, Jangan berteriak!".
Tanah yang Lamet injak bergeser dan sumur itu pun berguncang hebat, Lamet kualahan, ketika itu juga dinding sumur mengeluarkan air dan emas murni, Lamet terkejut dan terus memperhatikan emas-emas itu. Karena semakin banyak dan keluar dengan begitu cepat, kaki Lamet tertimbun emas itu dan ia merasa kesulitan bergerak. Ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak berteriak. namun ketika emas itu menutupi setengah tubuh Lamet, keadaan memaksanya berteriak, "aaa" emas pun berkurang. kemudian ia kembali diam dan emas-emas keluar dengan sangat cepat menutupi tubuhnya hingga leher, "aaaaaaa...aaaaaa...aaaaa!" seketika emas itu hilang dan tak pernah muncul lagi.

Comments