Cerpen - Si Kuper Super

Genius cenderung kuper?

Satu kata saja siKUPER. Bermula ketika aku terbangun dari tidurku. Aku berdiri, memperhatikan setiap jarum jam yang berjalan mengintari setiap angka-angkanya. kemudian aku pergi kekamar mandi untuk berwudu’. Terdengan kicauan burung yang saling bersahutan, bersamaan dengan do’a  yang kupanjatkan ba’dahu sholat.

Lalu, aku keluar rumah, memperhatikan mentari yang belum terlihat jelas, namun cahayanya telah menyinari teras rumahku.

“aku baru ingat hari ini adalah hari libur” seruku tersenyum heran.

    Aku bergegas pergi, memanaskan otot-ototku. menelusuri setiap lorong dengan rasa bahagia, dunia ini seakan-akan menjadi milikku. Aku mengayuh sepedaku dengan kuat, karena didepan terlihat tanjakan. aku bernafas lega diiringi dengan datangnya angin yang membuatku merasa kedinginan.
setelah beberapa jam mengayuh, keringatku bercucuran dan membasahi bajuku. Kurasa ini sudah cukup. Akupun kembali, lalu pulang.

 Ketika aku berada dirumah,aku hanya membuat diriku bersantai sejenak, menikmati segelas susu yang terasa sangat manis.aku rasa hari sudah mulai siangkarena tak terlihat lagi burung-burung disekir sarangnya.

Aku kembali teringat beberapa hal yang disampaikan guruku kemarin.

“Adin, kamu adalah anak yang pintar. Jika Adin terus-terusan berada disekolah ini, kapan Adin bisa mengembangkan kemampuan Adin? Sedangkan sekolah ini fasilitasnya kurang memadai. Ibu rasa, Adin pantas mendapatkan beasiswa dan bermutasi ke sekolah yang berfasilitas lengkap” ujar salah satu guruku.

    Hari mulai sore, burung-burung telah kembali untuk menyambut kedatangan sang rembulan. Aku berada di kamarku, tepatnya didekat jendela. Aku termenung memikirkan sesuatu yang selalu membuatku ingin melakukan yang terbaik, namun harus mengorbankan yang terbaik pula. aku tak ingin kehilangan teman-teman yang sudah terlanjur menjadi saudaraku.
***
    Kicauan burung yang selalu menemani pagiku seakan-akan tidak pernah musnah. Akupun berdoa, agar hari-hariku berjalan dengan baik. Aku bergegas mengemas barang-barang yang aku butuhkan disekolah baru itu.

hanya waktu yang bisa menjawab semuanya,
“bismillah aku berangkat!” ujarku.

Hari pertamaku disekolah. Aku terbiasa sendiri, aku nikmati saja kesendirian ini, mereka masih cukup asing denganku. Hingga waktu mengantarku pulang.

    Tak terasa, aku sudah satu minggu berada disekolah ini, aku harap dengan mengikuti Ekstra Olimpiade aku bisa mendapatkan teman baru. Memang hasilnya tak seperti yang aku rencanakan, namun setelah minggu kedua aku berada disekolah tersebut do’a ku terjawab,

“hai, Adin winata, ya?” ujar gadis yang kemudian duduk didepanku.
“ko’ tau?” tanyaku pada gadis itu.
“iya, aku baca tanda pengenal dibajumu!” ujarnya, sambil menunjuk bajuku.
“oh iya aku lupa, nama kamu Sheila sarah wijaya bukan?” aku tersenyum dan ia pun juga ikut tersenyum.

Kemudian, ia bertanya sedikit mengenai aku, dan akupun juga begitu. dari pertemuan itulah akhirnya kita sering bertemu.

    Bell berbunyi, waktunya untuk pulang. Disepanjang jalan menuju rumah, aku tak henti-hentinya memikirkan hal yang baru saja terjadi. aku pulang dengan hati bahagia.

Sesampainya dirumah, aku mengerjakan tugas yang kudapatkan dari Pak Subri, guru Fisikaku yang terlihat bengis, tapi orangnya cukup baik dan penyabar.

tak terasa, malampun tiba, kesunyian menyelimuti malamku. Aku tertidur diatas meja belajarku.
 
Keesokan harinya. Ayam berkokok seolah-olah tak mau untuk berhenti. kicauan burung yang selalu mengiringinya dan hembusan angin yang membuatku tak mampu untuk meninggalkan kamar tidurku.
***
Disetiap perjalananku kesekolah, aku ditemani oleh keindahan dunia yang diciptakan dengan begitu sempurna, dengan adanya gunung-gunung yang berdiri kokoh memperlihatkan keagungan sang pencipta.

Setiba disekolah, pandangan mata tertuju padaku. Aku tak mengerti kenapa mereka melihatku dengan tatapan seperti itu. Sesampainya didepan kelas, Sheila datang dan memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Ternyata usahaku mengikuti Ekstra olimpiade membuahkan hasil, aku terpilih sebagai utusan dari sekolahku untuk mengikuti olimpiade sains. aku sangat senang sekaligus tidak percaya, karena tidak semua siswa bisa mengikuti olimpiade tersebut. hanya tiga yang terpilih dari 20 murid yang mengikuti Ekstra olim.
***
“Selamat kepada siswa yang terpilih sebagai utusan sekolah, untuk mengikuti olimpiade sains yang akan dilaksanakan dua hari lagi pada tanggal 25 januari 2012, kompetisi ini diikuti oleh berbagai negara dibagian Asia tenggara, antara lain, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, Brunei, Laos, Myanmar, Timor leste dan Singapora sebagai tuan rumah, kompetisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan negara singapura yang turut mengundang negara-negara tetangganya.” pengumuman.

Terlepas dari itu,
“selamat ya din!” ujar Sheila kepadaku.
“oh iya, terimakasih Sheila. Tapi, tahan ucapan selamatmu yang kedua kali untukku, lalu ucapkan kembali ketika aku pulang dari mengikuti kompetisi tersebut” jawabku tersenyum.
“oke deh, tenang saja, kamu pasti bisa Adin. Aku percaya padamu!” ucap sheila menyemangatiku.
Waktu terus berjalan mengantarkan aku dan dua teman lainnya kepada suasana dimana kita akan berangkat, suasana semakin ramai membicarakan tentang diriku, karena menurutnya aku tak pantas untuk ikut olimpiade tersebut.

alat yang menunjukkan berubahnya waktu telah menunjuk pada angka yang dijanjikan. Sesampainya dibandara sekolah, Sheila menghampiriku.

“ jangan lupa jaga kesehatanmu Adin!” nasihat Sheila.
“iya Sheil, aku pasti ingat kata-katamu itu” ujarku tersenyum.

Aku bersama Deny dan Melody beranjak untuk masuk kedalam pesawat yang akan membawa kita ke negara Singapore, dua teman dan beberapa guru tentunya aku akan berada disana selama beberapa hari. meninggalkan tanah air, tumpah darahku, cinta dan kasih sayangku indonesia. Aku harap, aku pulang dengan membawa nama baik indonesia.

Disaat aku tiba di singapore, aku merasakan Suasana baru, orang-orang baru dan tempat baru yang kutemui. Aku, temanku dan beberapa guru, tinggal di sebuah hotel. tempat yang membuat aku cukup merasa nyaman, setidaknya begitu.

Suasana malam disingapore sangatlah dingin membuatku tak bisa tidur. Akhirnya aku keluar dari kamar untuk menikmati malam dinegara ini.

Tidak jauh dari tempat aku berada, tampak seseorang yang sepertinya pernah aku kenal. Setelah aku perhatikan, ternyata dia adalah Nesya, teman lamaku dari sekolah yang membuatku berilmu seperti ini. Entah kenapa dia ada disini. kita sudah cukup lama tak berbalas kata dan tak bertatap muka. Kemudian aku memanggilnya

“Nesya!” ujarku tercengang.
“Adin! nah, kamu Adin?” tanya Nesya kepadaku. 
“iya, ini aku, huff.. bagaimana kabarmu?” tayaku .
”aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” tanya Nesya kembali.
“aku juga sama sepertimu!” jawabku tersenyum.
“aku tidak pernah menyangka kita akan bertemu disini” balas Nesya.

kitapun melanjutkan perbincangan tersebut, sehingga beberapa menit sudah tersinggung oleh penghujung pertemuan.
Nesya pun pamit kepadaku untuk pulang kerumah majikannya. Segelintir rindu dalam sebuah pertemanan yang pernah terbangun, kurasa sudah terobati, selama kita berbalas kata aku merasa sedih karena Nesya berada disini untuk bekerja, aku tak sanggup mendengarkan cerita yang ia sampaikan.
Akupun kembali kekamar tidurku dan teringat kepada apa yang baru saja terjadi,

“Tuhan, jika memang itu takdir yang harus dijalaninya. aku ingin engkau menggantikan posisinya untukku, dia tidak pantas mengalami hal itu” suara hatiku.

Semalaman aku tak bisa tidur. hingga tiba waktu dimana Kita diperintahkan untuk bergegas mandi.
“waktunya sarapan pagi, supaya kita tak merasakan lapar ketika berada ditengah-tengah acara” ujar bapak Triatno. Aku tak nafsu makan, hingga aku meninggalkan sesuap nasi dipagi itu.
***
Aku mulai mengerjakan soal olimpiade nomor satu, soal nomor dua dan seterusnya. Setelah beberapa jam, Soalpun selesai kami kerjakan, ini saatnya menunggu keputusan dari panitia.
Disela-sela kami menunggu keputusan dari panitia, aku pergi kekantin untuk membeli segelas minuman.
“aku ke kantin sekitar sini dulu ya?” ujarku kepada Deny dan Melody.
“oke!” jawab melody.

Setelah aku kembali, keputusan pun dibacakan. Aku hanya diam, para guru merangkul dan mengelus-elus kepalaku dengan wajah gembira. “mari kita pulang dan istirahatlah dengan cukup, karena besok kita kembali ke tanah air” ujar Bapak Triatno, guruku yang ramah dan baik. “baik, pak” jawab kita bertiga. Kami pun pulang dengan rasa tak percaya bercampur dengan rasa bahagia, membuat aku meneteskan air mata. Disepanjang jalan akupun tak hentinya bersyukur, ku ucapkan kalimat hamdalah dengan air mata yang membanjiri mataku. sesampainya dihotel, rasanya aku ingin berteriak dengan sekeras-kerasnya tenagaku.

Malampun tiba, senja menyapa dan burung-burung yang berterbangan menuju sarangnya. Akupun tersenyum, bukan karena apa yang kulihat, melainkan tersenyum karena apa yang kupikirkan. Kita pun tidur dengan nyenyak malam itu.

Keesokan harinya kegembiraan masih setia menemaniku. aku tak percaya jika aku bisa mencapai mimpiku dan memenuhi keinginan guruku, mengharumkan nama indonesia terutama sekolahku sendiri, meskipun menjadi nomor 3 yang terbaik di Asia Tenggara, hal itu sungguh sangat membuatku senang, Bapak Triatno pun menghampiriku “Adin, kemas barang-barangmu nak sebentar lagi kita kembali ketanah air” ujarnya seraya tersenyum. “Baik pak!” jawabku.
Tak pernah ku sangka, aku kembali membawa kabar menggembirakan, tapi sayangnya. dua orang temanku tidak membawa hal yang sama.

Sesampainya di indonesia terutama disekolah, kulihat muka-muka penasaran banyak diantara mereka yang menunggu kabar dari kita bertiga, guru pun mengumumkan berita tersebut. setelah aku turun dari pesawat, merekapun merangkulku dan membuat sorakan,
“sang super... sang super...” sorak-sorai mereka.

Ternyata mereka turut bahagia meskipun aku tak bisa menjadi nomor 1. Inilah awal aku mendapatkan agendaku penuh dengan kata teman, teman, dan sahabat.

Aku beranjak pulang, “mari aku antar nak!” saran Pak Subri seraya tersenyum. tetapi aku memilih untuk pulang sendiri sambil menikmati pemandangan disekitar jalan. terlihat beberapa kerbau yang sedang merumput disekitar sawah yang aku lewati, ada dua ekor kerbau yang terlihat sudah cukup tua dan yang lainnya masih terbilang baru beberapa minggu menyapa dunia, aku teringat kepada seseorang yang telah membesarkanku sampai aku menjadi seperti ini, mereka adalah orang tuaku
“sayangnya orang tuaku tak menyaksikan langsung keberhasilanku dalam olimpiade itu” ujarku seraya menunduk.
Aku merindukan orang tuaku yang sedang berada jauh dari sisiku,
“bagaimana keadaan beliau saat ini?” kata hatiku.

Terlepas dari itu, kulihat seseorang yang datang dan berhenti  tepat dihadapanku. Aku heran, ternyata orang yang berhenti dihadapanku itu Nesya, Nesya pun berkata tanpa aku memulainya terlebih dahulu
“sebenarnya kemarin di singapore, aku hendak pulang, tapi setelah aku melihatmu disana, niatpun aku urungkan. Aku kembali datang keesokan harinya ke hotel yang kamu tempati, namun kamu tidak ada di hotel itu, tutur petugas hotel kepadaku” ujar Nesya.
“oh, maaf  sudah membuatmu bingung!” ujar Adin merasa iba.

Kita pun bertukar cerita seraya menelusuri jalan. hingga penghujung pertemuan kita terbaca oleh waktu. Diapun tak berjanji kapan kita bisa bertemu lagi, namun kepastian selalu kuharapkan.
Keesokan harinya Aku pun kembali sekolah,

“hai adin, selamat pagi dan selamat atas kemenanganmu!” ujar Deny bersama dua orang lainnya seraya tersenyum.
Kemudian Sheila datang,
“Tumben sekali mereka seperti itu!” ujar Sheila dengan wajah bingung.
“hehe, sudahlah!” ujar Adin.

Bell berbunyi, aku dan teman-teman masuk ke kelas, begitu juga keesokan harinya dan seterusnya, Hari demi hari kulewati, tak terasa aku sudah cukup lama berada disekolah ini, seharusnya aku bisa lebih bersyukur atas segalanya. aku mulai merindukan teman-teman disekolah lamaku. Lalu aku berniat untuk mendatangi rumah mereka di hari libur nanti.
***
Di minggu pertama bulan Juli, aku pergi kerumah teman lamaku, pertama yang aku kunjungi adalah rumah Nesya.

Tak lama aku sampai didepan rumahnya, namun suasana disana sangat sunyi tak seperti dahulu yang pernah aku lihat. Kemudian ada seseorang yang tak jauh dari rumah Nesya, akupun bertanya
“pak Nesya nya ada?” penuh berharap.
“dia sedang bekerja!” jawabnya dengan muka sedikit cemas.
“boleh saya mengetahui alamat Nesya bekerja pak?” tanyaku padanya.

Di perjalananku menuju tempat kerja Nesya, aku bertemu dengan Sheila, kemudian ia ikut bersamaku. Aku pun pergi bersama Sheila.
“Alamat yang diberikan kakek tadi menuju ke restoran ini” ujarku kepada Sheila.
“mungkin ia bekerja disini!” jawab Sheila.
Kemudian aku bertanya pada salah satu pelayan di restoran itu, ternyata Nesya memang berada disitu.

Nesya terlihat sedang mencuci piring didapur restoran. Akupun menghampirinya dan mengajaknya duduk sebentar.
“oh, perkenalkan ini Sheila, teman dari sekolahku sekarang Nes!” ujarku pada Nesya.
“senang bertemu dengan anda!” ujar Nesya.
“iya aku juga, seharusnya kamu tidak perlu canggung berbicara dengan aku, aku hanya sepertimu” ujar Sheila tersenyum.
“oh, aku ke toilet dulu ya din!?” ujar Sheila kepadaku.
“yaa silahkan!” ujarnya tersenyum.
Kemudian
“Nes, kamu tau kabar dari teman-teman kita dulu tidak?” tanyaku.
“teman yang mana, Teman kita kan banyak?” tanya Nesya kembali.
“yaa, semuanya. Terutama Reza dan Ridwan?”
Setelah cukup lama aku berbingcang-bincang, Sheila pun datang dan mengajakku pergi. akupun mengikuti kemauan Sheila, karena kulihat banyak hal yang harus Nesya kerjakan, aku takut membuat ia terganggu dengan kedatanganku kemari.

Keesokan harinya tepat setelah pulang sekolah, Sheila datang dan mengajakku makan diluar rumah. Aku meminta dia untuk makan ditempat Nesya bekerja, namun Sheila menolak tawaranku dan meminta makan direstoran dekat sekolah. Tak lama kita makan, Sheila dijemput paksa oleh dua orang suruhan ayahnya.
Dan pada akhirnya aku mendengar kabar bahwa Sheila disekolahkan keluar negeri, mungkin itu semua karena aku.
Disitulah, disaat keadaan mulai mencekam, aku pergi kerestoran tempat Nesya bekerja, namun aku tak menemuinya. aku juga tak lupa untuk pergi kerumahnya. Namun tetap saja aku tak menemukannya disana.

Akhirnya aku mencari teman lamaku yang juga berteman dekat dengan Nesya. Setelah beberapa hari mencari, aku menemuinya. Lalu aku bertanya padanya,
“Ridwan, apakah kamu melihat Nesya akhir-akhir ini?” tanyaku dengan suasana hati cemas.
“tidak, apakah kamu tak mendengar kabar?” jawab Ridwan lalu bertanya.
“tidak, kenapa, apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku.
“setelah kamu menemui Nesya minggu lalu, dia memutuskan berangkat ke malaysia untuk mencari uang, aku tak tahu kabarnya sekarang bagaimana!” ujar Ridwan.

Setelah kudengar hal tersebut dari Ridwan, aku berkeinginan untuk menyusul Nesya ke malaysia dan mengajak dia bekerja dirumah orang tuaku. tapi aku tak punya cukup uang untuk kesana.
tak disangka, aku mendapatkan uang yang ku kumpulkan dari menulis sebuah novel. satu bulan lagi aku lulus dari sekolah yang membuat namaku membumbung tinggi. Resah, gelisah bercampur “Apakah aku bersalah meninggalkan Nesya sejak terakhir kita bertemu?” kata hatiku.

Setelah beberapa bulan, aku berhasil mengumpulkan uang-uangku dari usaha kecil itu, akupun pergi ke malaysia. setelah cukup lama disana, aku tak menemui Nesya. sungguh rasa kecewa dan juga khawatir yang ada dipikiranku. sampai akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke-indonesia, namun aku menemui kendala yang sama seperti saat aku hendak pergi kesini. Akupun mengulang apa yang aku kerjakan saat aku tidak memiliki cukup uang, dengan menjual karya tulisku, akupun bisa kembali ke tanah air dengan rasa yang sangat menusuk pikiran. Setibanya di indonesia. Tanpa ragu aku pergi meninggalkan rumah yang selama ini aku tempati, tak ada tujuan lagi, hingga aku harus kembali kerumah orang tuaku.

Tempat dimana aku telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang, disana aku memulai lembaran baru. Melupakan kenangan yang membuat aku jatuh, dan selalu meningkatkan kualitas dari kebaikan yang pernah aku lakukan dimasa lalu, ada beberapa hal yang terpaksa masuk kedalam agendaku, sesuatu yang tak pernah aku inginkan kedatangannya. yaitu, perginya  seorang teman untuk selama-lamanya dari kehidupanku.

Ketika aku berada di malaysia, kepergianku meninggalkan bekas. karya tulisku yang terjual laris, dan tidak hanya disana, tapi juga di beberapa negara tetangga terutama ditanah air yang sangat aku cintai. aku bangga bisa menjadi bagian dari indonesia yang membuatnya dikenal orang-orang banyak, aku sangat senang meskipun aku kehilangan dua orang teman. Seharusnya aku bisa lebih bersyukur, akan kubuat pelajaran untuk hidupku yang lebih baik, menyambut hari-hari esok yang tak terduga dan penuh dengan sesuatu yang istimewa. Saatnya kalian bermimpi apa yang benar-benar menjadi tujuan kalian, jangan sia-siakan hidupmu, waktu yang tersisa buatlah menjadi berharga untuk kita kenang dan untuk dikenang orang-orang setelah kita, bahwa kita pernah hidup.

Comments