Puisi - Pencipta Jarak

 Manusia sedang bingung menyaksikan kebenaran yang ia ciptakan. Dahulu kala, dalam pikirannya yang tulus dan murni manusia menciptakan kebenaran. 


Berbinar matanya melihat kebenaran itu menjadi semakin mandiri. Awalnya manusia mengasuhnya seperti anak tunggal dan menaburnya pada bumi yang tenang. Sejak saat itu bumi gelisah. Ia bingung.


Kerinduan surgawi manusia pada kebenaran melengkapi tubuh kebenaran itu dari kepingnya yang berserak. Ia tumbuh sangat mengah dan kokoh membuatnya sulit dipanjat. Sudut-sudutnya tajam dan curam. 


Hingga saat ini tak banyak manusia yang bisa mendakinya. Sebaliknya, manusia lain yang lebih beruntung tertawa di puncak-puncaknya. Entah apa yang membuat mereka tertawa. Yang pasti, semua manusia yang di bawah, berharap bukan merekalah yang ditertawakan.


Jika kemampuan manusia paling agung adalah saling mengasihi. Maka untuk apa kebenaran ini diciptakan? Manusia tau tanpanya ia kebingungan dan bersedih, tapi dengannya manusia makin bingung. 


Sebuah dilema yang menyengsarakan. Bukankah untuk mengasihi ia tidak perlu kebenaran? Ataukah kebenaran adalah syarat untuk saling mengasihi?


Manusia kembali menegaskan bahwa keahliannya yang paling luhur adalah mengasihi siapapun, tapi dengan kebenaran itu manusia menciptakan kelas yang memberi batas, sampai mana kasih itu bisa dibagi.


Kendati itu bukan upaya sadarnya untuk memberi batas. Tapi dengan membesarkan kebenaran, manusia menciptakan jarak. Pada akhirnya, pertanyaan ini pantas diajukan, mampukah manusia mengasihi sesamanya yang berjarak? Apakah kasih sayangnya bersyarat pada batas-batas yang ia setujui?


Bukankah hingga saat ini mansuia masih mengatakan bahwa dirinya adalah makhluk yang penuh kasih? Kasih seperti apa yang manusia agung-agungkan? Bukannya kasih bersyarat adalah keegoisan semata?


7:33 3/6/24



Comments